JAKARTA, KOMPAS.com - Tim kuasa hukum Jumhur Hidayat keberatan terhadap sikap jaksa yang tidak menyertakan keterangan saksi-saksi dan barang bukti dari pihak terdakwa dalam tuntutannya.
Jumhur, aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), dituntut 3 tahun penjara dalam kasus dugaan penyebaran hoaks.
“Menurut saya, itu sesat pikir, karena terdakwa diberikan hak yang sama menghadirkan saksi meringankan baik saksi fakta maupun saksi ahli,” kata Koordinator Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) Oky Wiratama usai sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (23/9/2021) dikutip dari Antara.
Baca juga: Sidang Dugaan Penyebaran Hoaks, Ahli: Keonaran akibat Twit Jumhur Harus Dibuktikan
TAUD merupakan nama tim penasihat hukum Jumhur yang terdiri atas pengacara publik LBH Jakarta dan Lokataru.
Oky menerangkan hak itu diatur dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
Pasal 14 dalam Kovenan yang telah diadopsi UU No 12/2005 menyebutkan semua orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan pengadilan dan badan peradilan.
Oleh karena itu, Oky berpendapat terdakwa berhak mengajukan saksi-saksi dan bukti di persidangan.
“Ketika jaksa mengatakan (saksi dan bukti dari pihak Jumhur) dikesampingkan, pertanyaan saya, (apakah) jaksa membaca UU tentang hak sipil dan politik,” sebut Oky.
Oky Wiratama juga keberatan terhadap pertimbangan jaksa yang tidak menyertakan saksi dan ahli dari kuasa hukum karena mereka tidak masuk dalam berita acara perkara (BAP) kepolisian.
“Pak Jumhur tidak diberi kesempatan (menghadirkan) saksi yang meringankan dia saat di-BAP. Yang dilihat di sini fakta persidangan, bukan proses di kepolisian. Menurut saya, ini logika sesat pikir. Masyarakat bisa menilai kualitas seorang jaksa penuntut umum yang punya argumen seperti dia,” tegas Oky.
Dia menyebutkan penasihat hukum kecewa dengan sikap penuntut umum yang tidak memasukkan bukti tertulis berupa hasil analisis cuitan Jumhur di Twitter.
Hasil analisis “Drone Emprit” menunjukkan twit paling berpengaruh soal UU Omnibus Law Cipta Kerja diunggah oleh akun @pukatugm.
"Cuitan Jumhur tidak masuk dalam daftar akun yang berpengaruh sehingga tuduhan jaksa bahwa aktivis buruh itu menyebabkan keonaran tidak terbukti," kata Oky.
Baca juga: Kasus Dugaan Penyebaran Hoaks, Jumhur Hidayat Dituntut 3 Tahun Penjara
Jaksa meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghukum Jumhur penjara selama 3 tahun dalam sidang tuntutan, Kamis.
Hukuman itu nantinya dikurangi masa penangkapan dan penahanan Jumhur selama mendekam di Rumah Tahanan Bareskrim Polri, Jakarta, sejak Oktober 2020.
Jaksa Penuntut umum, yang diwakili oleh jaksa Puji Triasmoro dan Donny Mahendra Sany berpendapat Jumhur terbukti bersalah menyebarkan berita bohong dan menerbitkan keonaran sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) UU No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.