Anggota Dewan yang lain dianggap asing karena jarang berinteraksi dengan warga. Alih-alih bawa bantuan, nongol muka saja tidak pernah. Toh, suara rakyat hanya dibutuhkan saat pemilihan.
Kawan saya ini memperjuangkan warga yang membutuhkan aliran listrik. Dia membelikan genset untuk daerah yang belum teraliri listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN), .
Pelajar butuh laptop, dia datangkan laptop. Masyarakat butuh vaksin Covid-19, dia usahakan dengan segala cara. Pokoknya dia benar-benar sahabat rakyat walau tampilannya parlente.
Sementara, dari anggota Dewan yang lain saya pernah mendengar keluh kesahnya tentang beratnya rapat-rapat maraton saat membuat rancangan undang-undang atau terlibat rapat dengan mitra kerja di komisinya.
Rutinitas seperti itu membuat hubungan dengan istrinya menjadi hambar. Dia tunjukkan isi tas kerjanya yang berisikan puluhan pil viagra untuk memperbaiki hubungan dengan istrinya.
Saya paham, posisinya sebagai ketua komisi mengharuskan dia memimpin aneka rapat di DPR. Menurutnya, besaran gaji dan honor yang diterima sebagai anggota Dewan sepadan dengan output yang diberikan untuk negara.
Dari anggota Dewan yang lain, saya juga menyimak tentang betapa pentingnya memiliki staf yang mendukung kerja. Jika rapat dengan kementerian, staf ahlinya yang bertugas membuatkan pertanyaan yang akan diajukan. Staf ahli pula yang menuliskan paparan penjelas untuk dikemukakan anggota Dewan tersebut.
Saya pernah berkelakar ke staf ahlinya untuk sekali-kali membuatkan pertanyaan dan jawaban yang salah, agar sekali-kali “bos-nya” mau belajar sendiri biar paham persoalan.
Untuk anggota DPR ini, saya tidak pernah mau menjadikannya sebagai narasumber berita karena saya hafal betul kualitasnya. Selain jarang mengunjungi daerah pemilihannya, dia juga rajin absennya di Senayan.
Anggota Dewan ini sangat loyal dengan profesinya sebagai anggota parlemen. Sangking senangnya menikmati status sebagai anggota Dewan yang penuh privilese, setiap periode kampanye ia selalu berganti partai demi lolos ke Senayan.
Dari anggota DPR lain, saya juga mengerti “derita” penghuni Gedung Senayan. Sekretaris pribadinya pernah “curhat” ke saya sembari minta solusi atas kasus yang dialaminya selama menjadi staf anggota Dewan terhormat.
Selama bekerja di ruang kerja anggota Dewan itu, Sang Sekretaris pribadinya diminta untuk tidak mengenakan celana dalam. Jika Si Bos stres karena rapat maraton dari pagi hingga malam maka pelampiasannya adalah menyalurkan syahwat di ruang kerjanya.
Kasus ini sempat heboh di jagat politik nasional beberapa tahun lalu. Anggota dewan yang tidak terhormat ini akhirnya dipecat dari partainya.
Dari anggota Dewan yang lain saya juga tahu betapa besar ekspektasi masyarakat di daerah. Kedatangan anggota DPR ke daerah pemilihan selalu dilihat warga sebagai “anjungan tunai mandiri – ATM” berjalan,
Jika ingin investasi politik tertanam dari awal, suara harus dijaga setiap waktu hingga pemilihan umum mendatang. Caranya, tebarlah bantuan. Bisa uang tunai, sembako, atau batako. Maksudnya, batako untuk pembangunan rumah ibadah.