JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, ada sejumlah alasan kenapa Presiden Joko Widodo harus mengambil sikap terkait polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut, alasan pertama yakni menepati janji kampanye Jokowi tahun 2014 dan 2019.
“Saat kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden, Joko Widodo berulang kali mengucapkan janji untuk memperkuat KPK. Namun, hingga saat ini realisasi akan janji tersebut belum pernah terjadi,” terang Kurnia pada Kompas.com, Kamis (23/9/2021).
“Maka dari itu masyarakat menuntut kembali dalam isu TWK KPK agar Joko Widodo menunaikan janji politiknya,” kata dia.
Baca juga: Jokowi Sebut TWK Tak Boleh Merugikan, tetapi 56 Pegawai KPK Dipecat Tanpa Pesangon
Alasan kedua, menurut Kurnia, kondisi pemberantasan korupsi yang mengkahwatirkan. Pada akhir Januari, berdasarkan data Transparency International, indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia anjlok dari peringkat 85 menjadi peringkat 102.
“Dengan kondisi KPK hari ini, jika tidak ada tindakan konkret dari Presiden, bukan tidak mungkin IPK Indonesia akan semakin suram pada tahun mendatang,” ucap Kurnia.
Alasan selanjutnya adalah tanggung jawab Jokowi yang telah memilih pimpinan KPK saat ini.
Dalam pandangan Kurnia, KPK saat ini penuh dengan kontroversi dan minim akan prestasi seperti kualitas penindakan yang buruk, adanya pelanggaran kode etik dan kontroversi TWK para pegawai.
“Presiden punya tanggung jawab untuk mencegah praktik kesewenang-wenangan mereka,” kata dia.
Berbagai kelompok masyarakat sipil berharap Presiden Joko Widodo mengambil sikap untuk menyelesaikan polemik TWK pegawai KPK.
Baca juga: Komnas HAM: Kehadiran Presiden Jokowi Makin Ditunggu untuk Selesaikan Masalah TWK di KPK
Harapan ini didasarkan pada putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyebut bahwa tindak lanjut dari hasil TWK diserahkan pada pemerintah.
Selain itu, rekomendasi Ombdusman RI menemukan adanya tindakan malaadministrasi pada penyelenggaraan tes asesmen tersebut.
Komnas HAM juga menyebut dalam temuannya bahwa terjadi berbagai pelanggaran HAM pada tes yang menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) itu.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.