JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo sebelumnya pernah menyatakan secara tegas bahwa Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menjadi bagian dari proses alih status kepegawaian di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak boleh merugikan para pegawainya.
"Saya sependapat dengan pertimbangan MK dalam putusan pengujian UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua UU KPK yang menyatakan bahwa proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN," ujar Jokowi dalam keterangan pers secara virtual pada Senin (17/5/2021).
Sehingga, Jokowi meminta pimpinan KPK, Menpan RB, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk merancang tindak lanjut bagi 75 orang pegawai KPK yang saat ini dinyatakan tidak lolos tes.
Baca juga: KPK Tak Akan Beri Pesangon dan Uang Pensiun untuk Pegawai yang Dipecat per 30 September 2021
Jokowi menegaskan tindak lanjut itu harus sesuai dengan prinsip-prinsip pemberantasan korupsi yang lebih sistematis.
"Saya minta kepada para pihak terkait, khususnya pimpinan KPK, Menteri PAN RB dan Kepala BKN untuk merancang tindak lanjut bagi 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus tes dengan prinsip-prinsip sebagaimana saya sampaikan tadi," jelasnya.
Namun nyatanya pernyataan Presiden Jokowi tak digubris Ketua KPK Firli Bahuri yang tetap mempertahankan keputusannya untuk memecat pegawai KPK yang tak lolos TWK.
Dari 75 pegawai, hanya 18 orang yang akhirnya masih dianggap memenuhi syarat. Sebanyak 18 orang itu akhirnya dilantik menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di KPK.
Kendati demikian persoalan belum selesai. Sebanyak 57 (1 orang pensiun sehingga tersisa 56) pegawai KPK yang tak lolos TWK tetap memperjuangkan nasibnya dengan melaporkan para pimpinan KPK ke Komnas HAM dan Ombudsman RI.
Baca juga: Komnas HAM Harap Bertemu Jokowi untuk Jelaskan Rekomendasi Terkait TWK Pegawai KPK
Hasilnya, berdasarkan penyelidikan, Komnas HAM menyatakan, ada 11 pelanggaran HAM dalam proses alih status pegawai KPK menjadi ASN melalui TWK.
Salah satu temuan Komnas HAM yakni pengabaian dan ketidakpatuhan terhadap Putusan MK No. 70/PUU-XVII/2019 dan arahan Presiden Republik Indonesia secara sadar dan sengaja yang dilakukan oleh KPK secara bersama-sama dengan instansi lain.
Padahal, pertimbangan hukum dari putusan MK maupun arahan presiden sebagai pejabat pembina kepegawaian tertinggi di Republik Indonesia menyatakan bahwa asesmen TWK tidak boleh merugikan pegawai.
Selain itu, asesmen tersebut juga tidak serta-merta dapat digunakan untuk memberhentikan pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat (TMS).
Sehingga semua kebijakan dan tindakan yang diambil tidak boleh mengurangi apalagi menghilangkan hak-hak pegawai KPK untuk diangkat sebagai pegawai ASN.
Baca juga: Jokowi Sigap Saat Jadi Saksi Nikah Influencer, Lepas Tangan soal TWK KPK
"Namun faktualnya, muncul Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021 tertanggal 7 Mei 2021 tentang Hasil Asesmen TWK Pegawai yang TMS," ujar Komisioner Komnas HAM Choirul Anam, dalam konferensi pers, Senin (16/8/2021).
"Dengan demikian, keputusan tersebut patut diduga melanggar HAM, termasuk pihak yang menandatangani surat tersebut, yaitu Pimpinan KPK," kata dia.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.