Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Prof JE Sahetapy, Sosok Ilmuwan Hukum dan Pengkritik yang Tegas

Kompas.com - 21/09/2021, 14:22 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Jacob Elfinus (JE) Sahetapy, berpulang di Rumah Sakit Katolik Vincentius A Paulo (RKZ) pada Selasa (21/9/2021).

Guru Besar Emeritus Ilmu Hukum Universitas Airlangga ini berpulang di usia 89 tahun.

Dilansir dari pemberitaan Kompas.id, kepergian JE Sahetapy ini menjadi kehilangan besar bagi dunia ilmu hukum, khususnya hukum pidana, di Indonesia.

JE Sahetapy lahir di Saparua, Maluku, 6 Juni 1932 dari pasangan guru, yakni WA Lokollo dan CA Tomasowa.

Baca juga: Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Airlangga JE Sahetapy Tutup Usia

Semasa kecil, Sahetapy menamatkan sekolah dasar di lembaga yang didirikan ibundanya, yakni Particuliere Saparuasche School.

Dari ibunda, almarhum belajar nasionalisme dan keberpihakan terhadap masyarakat tertindas.

Sekitar 1947, menjelang lulus dari pendidikan menengah pertama, meletus gerakan Republik Maluku Selatan sehingga memaksa Prof Sahetapy pindah ke Surabaya.

Di ”Bumi Pahlawan” inilah pendidikan SMA ditamatkannya pada 1954.

Sahetapy sempat tertarik masuk Akademi Dinas Luar Negeri, tetapi ia akhirnya memilih Jurusan Kepidanaan Fakultas Hukum Unair dan tamat pada 1959.

Ketika itu, Fakultas Hukum Unair masih merupakan cabang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada di Surabaya.

Baca juga: Guru Besar Unair Prof Boediwarsono Meninggal karena Terpapar Covid-19

Sahetapy piawai berbahasa Belanda sehingga semasa kuliah sudah dipercaya sebagai asisten dosen.

Oleh Kampus Unair, Sahetapy diminta melanjutkan studi ke University of Utah dan tamat pada 1962.

Dari Unair, Sahetapy menyelesaikan program doktoral ilmu hukum pada 1978. Setahun kemudian atau 1979, Sahetapy menjabat Dekan Fakultas Hukum Unair.

Selama hidupnya, Sahetapy dikenal luas sebagai sosok ilmuwan, pendidik, pejuang kemanusiaan, pembaru ilmu hukum, dan organisatoris andal.

Almarhum merupakan salah satu sosok yang memperjuangkan pemisahan organisasi Polri dari TNI dan perubahan syarat Presiden orang Indonesia.

Mantan guru besar tamu di Fakultas Hukum Universitas Leiden, Belanda, dan Universitas Katolik Leuven di Belgia ini pun terkenal dengan ucapannya bahwa birokrasi negara ibarat rumah sakit gila.

Baca juga: Guru Besar FK Unair Sampaikan Rekomendasi Penanganan Covid-19 ke Pemerintah

Birokrasi dipenuhi penyelenggara yang gila kuasa, pangkat, jabatan, serta korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Mantan Ketua Asosiasi Kriminolog Indonesia ini tidak berlebihan dan mengada-ada.

Rentetan peristiwa penangkapan pejabat tinggi negara karena kasus korupsi atau kejahatan lain menjadi bukti bahwa birokrasi belum bersih, apalagi sembuh dari sakit akibat ”kanker ganas”.

Selain itu, almarhum juga dikenal sebagai sosok yang tanpa tedeng aling-aling alias pengkritik yang tegas dan tanpa kompromi.

Kehidupannya tetap sederhana dan bersahaja meski banyak orang menganggapnya sosok yang hebat.

Bapak tiga anak ini juga sempat berkiprah di Komisi Hukum Nasional (KHN) untuk mengawal agenda-agenda pembaruan hukum nasional.

Dia pun pernah terjun ke dunia politik untuk mengawal pembaruan hukum agar dapat diwujudkan sekaligus berperan mengawasi pemerintahan.

Baca juga: Mahasiswa UK Petra Olah Limbah Padat Jadi Barang Bernilai Tinggi

Saat terjun di politik, Sahetapy pernah menjadi anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).

Selain berkarya di bidang hukum dan politik, JE Sahetapy juga memberikan perhatian pada dunia pendidikan. Khususnya pendidikan tinggi.

Sahetapy mulai terlibat di Universitas Kristen (UK) Petra sejak 1963 dengan merintis pendirian Yayasan Perguruan Tinggi Kristen (YPTK) Petra yang terpisah dari Perhimpunan Pendidikan dan Pengajaran Kristen Petra.

Pemisahan itu bertujuan agar penyelenggaraan dan tata kelola pendidikan tinggi lebih baik.

Almarhum adalah penulis syair ”Himne UK Petra”.

Baca juga: Biaya Kuliah S1 Jalur Mandiri 9 PTN, Ada UI, Unair, IPB hingga UGM

Sahetapy adalah anggota pengurus YPTK Petra 1968-1970 dan 1979-1984. Jabatan Ketua Pengurus YPTK Petra diemban pada kurun 1986-2018.

Kemudian Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan UK Petra pada 1962-1966, Rektor UK Petra 1966-1969, dan Pembantu Khusus Rektor UK Petra 1969-1986.

Rektor Universitas Kristen Petra, Djwantoro Harjito, menyatakan, sivitas kampus berduka dan merasa kehilangan amat besar.

Jelang ulang tahun ke-60, UK Petra kehilangan sosok yang pernah membesarkan dan memimpin kampus tersebut.

”Sangat kehilangan sosok yang berkontribusi besar dalam perjalanan UK Petra hingga saat ini,” ujar Djwantoro.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’  ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Megawati Serahkan ‘Amicus Curiae’ ke MK, Anies: Menggambarkan Situasi Amat Serius

Nasional
Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Megawati Ajukan Amicus Curiae, Airlangga: Kita Tunggu Putusan MK

Nasional
Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Bupati Sidoarjo Tersangka Dugaan Korupsi, Muhaimin: Kita Bersedih, Jadi Pembelajaran

Nasional
Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Airlangga Sebut Koalisi Prabowo Akan Berdiskusi terkait PPP yang Siap Gabung

Nasional
Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Dikunjungi Cak Imin, Anies Mengaku Bahas Proses di MK

Nasional
AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

AMPI Resmi Deklarasi Dukung Airlangga Hartarto Jadi Ketum Golkar Lagi

Nasional
MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

MK Ungkap Baru Kali Ini Banyak Pihak Ajukan Diri sebagai Amicus Curiae

Nasional
Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Bappilu PPP Sudah Dibubarkan, Nasib Sandiaga Ditentukan lewat Muktamar

Nasional
Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Yusril Anggap Barang Bukti Beras Prabowo-Gibran di Sidang MK Tak Buktikan Apa-apa

Nasional
Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Panglima TNI Tegaskan Operasi Teritorial Tetap Dilakukan di Papua

Nasional
TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

TNI Kembali Pakai Istilah OPM, Pengamat: Cenderung Pakai Pendekatan Operasi Militer dalam Mengatasinya

Nasional
Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com