Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemanggilan Suroto ke Istana Dinilai Paradoks Demokrasi, Hanya Manis di Depan

Kompas.com - 19/09/2021, 12:41 WIB
Irfan Kamil,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai, pemanggilan Suroto, peternak ayam yang membentangkan poster saat Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kerja di Blitar, Jawa Timur pada Selasa (7/9/2021), sebagai paradoks demokrasi.

Adapun, aksi membentangkan poster itu dilakukan Suroto saat mobil Presiden Jokowi akan meninggalkan lokasi vaksinasi di Kota Blitar. Ia membentangkan poster persis ketika mobil yang dikendarai Jokowi melintas pelan di Jalan Moh Hatta.

Saat itu jendela pintu belakang mobil terbuka dan Jokowi sedang melambaikan tangan ke arah warga.

Baca juga: Mereka yang Ditangkap karena Bentangkan Poster Saat Menyambut Jokowi...

Poster yang dibentangkan Suroto bertuliskan, "Pak Jokowi, Bantu Peternak Beli Jagung dengan Harga Wajar."

"Ini yang saya sebut paradoks demokrasi kita, satu sisi seakan-akan diperbolehkan, tapi setelah mengkritik, berekspresi, me-mention nama Pak Presiden tidak ada jaminan apa pun tidak berhubungan dengan kepolisian," ujar Adi dalam diskusi bertajuk "Cerita Suroto Ketemu Jokowi" di YouTube Medcom.id, Minggu (19/9/2021).

Adi mengatakan, paradoks demokrasi yang dimaksud yakni memiliki dua sisi.

Satu sisi di depan berwajah manis seperti halnya pernyataan Presiden yang terbuka dengan kritik yang dikuatkan dengan Undang-Undang 45 tentang kebebasan berpendapat dan kebebasan berekspresi

"Tapi, di panggung belakang kan kita tidak bisa menutup mata, banyak orang yang kemudian berkaitan dengan persoalan-persoalan hukum ketika menyangkut persoalan dengan Jokowi," ucap dia.

Baca juga: Cerita Suroto Bentangkan Poster ke Jokowi, Sulit Dapat Spidol hingga Kaki Gemetar

Adi pun mencontohkan kasus lain, misalnya mural di Tangerang yang gambarnya mirip Presiden Jokowi dan pembuatnya langsung dicari oleh polisi.

Selain itu, ada juga mahasiswa yang menyampaikan aspirasinya di Solo dan langsung ditangkap oleh pihak kepolisian.

"Sekalipun itu dilepaskan tetapi tindakan represif itu ada," ucap Adi.

Baca juga: Jokowi Tegur Kapolri soal Penghapusan Mural, Kontras: Perbaikan Polri Harus Menyeluruh

Kendati demikian, menurut dia, langkah Jokowi memanggil Suroto ke Istana merupakan langkah positif untuk menutupi wacana bahwa presiden antikritik.

Namun, kesan antikritik, kata Adi, juga tidak bisa dihilangkan. Sebab, publik masih menyimpan berbagai luka-luka demokrasi yang belum selesai.

"Ini kan yang dipanggil cuma Pak Suroto, yang lainnya bagaimana? Kalau mau serius kan orang yang mengkritik dipanggil saja, bikin forum tukang kritik presiden, itu jauh lebih mantap," ucap dia.

"Sehingga, apa yang terjadi hari ini, pemanggilan Pak Suroto hanya menutupi kritik yang datang ke Presiden dan Istana termasuk juga kritik ke kepolisian," tutur Adi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com