JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari menilai Presiden Joko Widodo tidak membaca seluruh putusan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Feri menjelaskan, MA dan MK menyatakan bahwa proses TWK tidak boleh merugikan pegawai KPK dalam keadaan apa pun.
"Putusan MA dan MK memang menentukan kewenangan TWK adalah kewenangan KPK, tapi bukan berarti proses penyelenggarannya boleh menyalahgunakan kekuasaannya yang menimbulkan maladministrasi dan pelanggaran HAM," kata Feri kepada Kompas.com, Kamis (16/9/2021).
Baca juga: Soal TWK KPK, Jokowi Dinilai Bisa Dianggap Tak Konsisten hingga Tak Paham Masalah
Diketahui Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa dirinya enggan berkomentar lebih jauh tentang polemik TWK.
Jokowi mengatakan bahwa dirinya masih menunggu putusan MA dan MK terkait permasalahan ini.
Di sisi lain, pakar hukum tata negara ini menegaskan bahwa putusan MA dan MK tidak menguji prosedur penyelenggaraan TWK.
Penyelenggaraan TWK telah diuji oleh Ombudsman dan Komnas HAM. Hasilnya, Ombdusman menyatakan adanya tindakan maladministrasi, dan Komnas HAM mengungkapkan terjadi pelanggaran HAM dalam tes tersebut.
"Ujung rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman itu diserahkan ke Presiden, maka tentu yang akan dituntut menyelesaikan ya Presiden," kata dia.
Baca juga: Jokowi Dulu Tegas soal TWK KPK, Kini Dinilai Mulai Lepas Tangan...
Feri menyebut Jokowi boleh mengikuti putusan MA dan MK untuk menyelesaikan persoalan ini, namun ia meminta agar temuan Ombdusman dan Komnas HAM juga dihormati.
"Di titik ini Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan juga harus menegakkan HAM dan menertibkan proses penyelenggaraan TWK agar sesuai dengan azas-azas umum pemerintahan yang baik," ujar dia.
Diketahui, TWK menjadi dasar proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Baca juga: Saat TWK Berujung Pemberhentian 56 Pegawai KPK…
Dalam prosesnya, terdapat 75 pegawai yang dinyatakan tidak lolos TWK tersebut. Sebanyak 24 pegawai kemudian dinyatakan masih bisa dibina dan menjadi ASN dengan melalui diklat bela negara.
Sementara, 51 sisanya dinilai sudah tidak bisa lagi menjadi ASN berdasarkan hasil tes asesmen tersebut.
Dari pegawai yang bisa dibina, enam orang memutuskan untuk tidak mengikuti diklat, dan dari 51 orang terdapat seorang yang sudah sampai ke masa purna tugas.
Sehingga, terdapat 56 pegawai yang akan diberhentikan dengan hormat oleh KPK pada 30 September nanti.
Banyak pihak menilai TWK bermasalah karena sudah dinyatakan maladministrasi dan melanggar HAM.
Namun, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa dirinya enggan berkomentar lebih jauh dalam persoalan ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.