JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 56 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan diberhentikan dengan hormat pada 30 September 2021.
Semuanya diberhentikan setelah dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian dari alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Sebelumnya, KPK menyatakan ada 75 pegawai yang TMS usai mengikuti TWK, 51 di antaranya dinilai merah dan akan diberhentikan.
Dari 51 pegawai tersebut, ada satu pegawai yang memasuki purnatugas per Mei 2021, sehingga pegawai itu tidak ikut diberhentikan dengan hormat.
Baca juga: Giri Suprapdiono Istilahkan Pemecatan Pegawai KPK G30STWK
Sementara itu, ada 24 pegawai lainnya dianggap masih bisa dibina dan diberi kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan (diklat) bela negara.
Namun, dari 24 pegawai tersebut, hanya 18 orang yang bersedia mengikuti diklat dan lulus menjadi ASN.
“Memberhentikan dengan hormat 50 orang pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat per tanggal 30 September 2021,” ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, Rabu (15/9/2021).
"Enam pegawai KPK yang dinyatakan TMS dan diberi kesempatan mengikuti Diklat namun tidak mengikutinya, maka tidak bisa diangkat menjadi ASN dan akan diberhentikan dengan hormat,” kata Alex.
Baca juga: 56 Pegawai KPK Akan Diberhentikan, Firli Ucapkan Terima Kasih
Alasan memilih 30 September
Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002, pegawai KPK adalah ASN.
Peralihannya dari pegawai menjadi ASN dilaksanakan sesuai dengan desain manajemen ASN yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 dan peraturan-peraturan pelaksana lainnya, dalam waktu 2 tahun sejak diundangkan pada tanggal 16 Oktober 2019.
Batas akhir KPK pegawai KPK harus menjadi ASN adalah 1 November 2021. Namun, KPK memilih 30 september 2021 untuk memberhentikan pegawai yang tidak lolos tersebut.
“KPK dimandatkan berdasarkan Pasal 69 B dan 69 C UU 19/2019 itu paling lama dua tahun. Namanya paling lama, anda boleh menyelesaikan sekolah maksimal 4 tahun, kalau bisa satu tahun kan alhamdulilah,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Baca juga: Tawaran Bekerja di BUMN Dinilai Jadi Strategi Gembosi Perlawanan Pegawai KPK
Adapun polemik TWK ini berujung pada pengujian materi penyelenggaraan alih status tersebut di dua lembaga peradilan.
Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) menegaskan bahwa tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Adapun MA menolak permohonan uji materi Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021 yang diajukan oleh pegawai KPK.
Perkom ini menjadi dasar pelaksanaan TWK sebagai bagian dari alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Sementara itu, MK menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK terkait pasal peralihan status pegawai.
“Kenapa baru sekarang? karena kami ingin memberikan keputusan berdasarkan hukum yang kuat karena sebagaimana diketahui permasalahan ini diadukan pada lembaga negara yaitu MA dan MK,” ucap Ghufron.
Ucapkan terima kasih
Di sisi lain, Ketua KPK Firli Bahuri pun mengucapkan terima kasih atas dedikasi dan andil pegawai KPK yang akan diberhentikan tersebut.
Menurut dia, seluruh pegawai itu telah memiliki kontribusi dalam rangka membangun dan memperkuat pemberantasan korupsi di Tanah Air.
"Terima kasih kepada insan KPK yang telah memberikan dedikasi andil dalam rangka membangun dan memperkuat pemberantasan korupsi,” ujar Firli.
“Gedung KPK yang ada 16 lantai tidak akan pernah berdiri tanpa jasa satu butir pasir," ucap dia.
Baca juga: 56 Pegawai KPK Akan Diberhentikan, Firli Ucapkan Terima Kasih
Firli menyatakan, KPK akan tetap terus bersemangat mempertahankan perjuangan untuk pemberantasan korupsi.
Ia pun mengajak semua pihak untuk terus bersatu mewujudkan Indonesia yang bebas dari tindak pidana korupsi.
"Mari kita tatap masa depan Indonesia yang sejahtera, cerdas, maju, adil, dan makmur. Dan tentunya Indonesia kita bisa wujudkan apabila Indonesia bebas dan bersih dari korupsi," tutur Firli.
Disalurkan ke instansi lain
Setelah pemberhentian pegawai KPK, muncul kabar bahwa pegawai-pegawai tersebut nantinya akan disalurkan ke Instansi lain, misalnya ke badan usaha milik negara (BUMN).
Namun, Sekretaris Jenderal KPK Cahya Harefa mengatakan, penyaluran pegawai KPK nonaktif ke BUMN itu adalah permintaan pegawai.
“Kami dapat jelaskan bahwa atas permintaan pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat diangkat menjadi ASN, KPK bermaksud membantu pegawai tersebut untuk disalurkan pada institusi lain di luar KPK,” ujar Cahya dalam keterangan pers, Selasa (14/9/2021).
Baca juga: Tawaran Bekerja di BUMN Dinilai Jadi Strategi Gembosi Perlawanan Pegawai KPK
Menurut dia, KPK akan membantu pegawai untuk disalurkan bekerja di tempat lain sesuai dengan pengalaman kerja dan kompetensi yang dimilikinya.
Sebab, ujar Cahya, tidak sedikit institusi yang membutuhkan spesifikasi pegawai sesuai yang dimiliki insan KPK.
“Oleh karenanya, penyaluran kerja ini bisa menjadi solusi sekaligus kerja sama mutualisme yang positif,” ucap dia.
Cahya menegaskan, penyaluran kerja bagi pegawai KPK tersebut sebetulnya juga sesuai dengan program KPK yang telah lama dicanangkan, misalnya untuk menempatkan insan KPK sebagai agen-agen antikorupsi di berbagai instansi dan lembaga.
Akan tetapi, kata dia, untuk dapat bekerja di instansi tujuan, sepenuhnya akan mengikuti mekanisme dan standar rekrutmen yang ditetapkan oleh instansi tersebut.
“Salah satu pegawai yang telah menyampaikan surat permohonan untuk disalurkan ke institusi lain menyatakan, keinginan terbesarnya adalah menyebarkan nilai-nilai antikorupsi di tempat lain di luar KPK,” kata Cahya.
“Kami berharap niat baik lembaga ini bisa dimaknai secara positif, karena penyaluran kerja ini tentu memberikan manfaat langsung bagi pegawai yang bersangkutan, institusi kerja yang baru, juga bagi KPK sendiri untuk memperluas dan memperkuat simpul antikorupsi di berbagai institusi,” tutur dia.
Baca juga: Penjelasan KPK soal Pemberhentian 56 Pegawai Tak Lolos TWK
Adapun pelaksanaan TWK terhadap pegawai KPK telah menimbulkan polemik. Berdasarkan laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI, terdapat malaadministrasi dalam proses TWK.
Sementara itu, hasil penyelidikan Komnas HAM menunjukkan ada dugaan 11 bentuk pelanggaran HAM terkait TWK.
Ketika polemik TWK ini mencuat, Presiden Joko Widodo juga telah menyatakan sikap.
Ia meminta alih status kepegawaian tidak merugikan hak pegawai KPK.
Jokowi juga meminta hasil TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.