JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) Nomor 94 Tahun 2021.
PP ini ditandatangani Jokowi pada 31 Agustus 2021.
Dilansir dari keterangan pada laman resmi Sekretariat Negara, PP ini secara resmi menggantikan aturan sebelumnya, yakni PP Nomor 53 Tahun 2010 yang juga mengatur tentang disiplin PNS.
Selain mengatur kewajiban para PNS, aturan yang baru ini juga mengatur sejumlah hal yang dilarang.
Baca juga: Jokowi Teken PP, PNS Ikut Kampanye Pemilu Bisa Diberhentikan
Dalam PP tersebut, diatur pula mengenai sanksi hukuman bagi para PNS yang melanggar ketentuan di dalam PP.
Beberapa sanksi yang menonjol adalah mengenai hukuman jika PNS bolos kerja, PNS yang tidak netral dalam pemilu dan PNS yang tidak melaporkan harta kekayaannya.
Berikut ini rinciannya:
Sanksi bagi PNS bolos kerja
PP Nomor 94 menyebutkan bahwa PNS yang tidak mematuhi ketentuan masuk kerja dan jam kerja dapat dikenai hukuman disiplin hingga pemberhentian.
"Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 28 (dua puluh delapan) hari kerja atau lebih dalam 1 (satu) tahun," demikian bunyi Pasal 11 Ayat (2) huruf d angka 3 PP Nomor 94 Tahun 2021.
Tak hanya itu, jika PNS tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara terus menerus selama 10 hari kerja juga bakal diberhentikan dengan hormat dan pembayaran gajinya diberhentikan sejak bulan berikutnya.
Baca juga: Tak Lapor Harta Kekayaan, PNS Bisa Kena Sanksi Potong Tunjangan hingga Diberhentikan
Sanksi berat lainnya yakni penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan.
Sanksi ini dijatuhkan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 21-24 hari kerja dalam 1 tahun.
Selain itu, ada puka hukuman pemotongan tunjangan kinerja (tukin) sebesar 25 persen selama 6 bulan, yang dijatuhkan kepada PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 11-13 hari kerja dalam 1 tahun.
Kemudian, pemotongan tukin sebesar 25 persen selama 9 bulan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 14-16 hari kerja dalam 1 tahun.
Serta pemotongan tukin sebesar 25 persen selama 12 bulan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 17-20 hari kerja dalam 1 tahun.
Selain sanksi berat dan ringan di atas, ada pula hukuman disiplin ringan kepada PNS yang bolos kerja.
Baca juga: Jokowi Teken PP 94/2021, PNS Wajib Laporkan Harta Kekayaannya
Hukuman berupa teguran lisan dan tertulis diberikan bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 3 hari kerja dalam 1 tahun.
Kemudian, teguran tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 4-6 hari kerja dalam 1 tahun.
Serta, sanksi berupa pernyataan tidak puas secara tertulis bagi PNS yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 7-10 hari kerja dalam 1 tahun.
"Pelanggaran terhadap kewajiban masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf f dihitung secara kumulatif sampai dengan akhir tahun berjalan," demikian bunyi Pasal 15 Ayat (1) PP Nomor 94 Tahun 2021.
Sanksi tak lapor kekayaan
Pada PP Nomor 94 Tahun 2021, pasal 4 huruf e menyatakan, PNS wajib melaporkan harta kekayaan kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, diatur pula sanksi jika PNS tidak melaporkan harta kekayaannya.
Pada pasal 10 ayat 2 huruf e menyebutkan, pejabat administrator dan pejabat fungsional yang tidak melaporkan harta kekayaannya akan dijatuhi sanksi disiplin sedang.
Adapun, sanksi hukuman disiplin sedang dijelaskan pada pasal 8 ayat 3, yakni terdiri dari:
- pemotongan tunjangan kinerja (tukin) sebesar 25 persen selama 6 bulan.
- pemotongan tukin sebesar 25 persen selama 9 bulan.
- pemotongan tukin sebesar 25 persen selama 12 bulan.
Baca juga: Jokowi Teken PP, PNS Bolos Kerja Bisa Kena Sanksi Pemberhentian
Selain itu, di pasal 11 ayat 2 huruf c disebutkan bahwa bagi pejabat pimpinan tinggi dan pejabat lainnya yang tidak melaporkan harta kekayaannya akan dijatuhi sanksi disiplin berat.
Sebagaimana diatur pada pasal 8 ayat 4, sanksi hukuman berat terdiri dari:
- penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan.
- pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan.
- pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Sanksi tak netral di pemilu/pilkada
Masih dari PP yang sama disebutkan bahwa PNS dilarang memberikan dukungan pada saat pemilu dan pilkada.
Secara rinci, berdasarkan pasal 5 huruf n pada PP Nomor 94 menyebutkan bentuk dukungan yang dimaksud antara lain:
1. Ikut kampanye.
2. Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS.
3. Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain.
4. Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
5. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
6. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau
7. Memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.
Baca juga: Bawaslu Sebut PP tentang Disiplin PNS Mudahkan Pengawasan Netralitas ASN
Selanjutnya, pasal 13 huruf g menyebutkan jika ada PNS diketahui menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS akan diberikan sanksi hukuman disiplin sedang.
Sebagaimana diatur pada pasal 8 ayat 3 jenis hukuman disiplin sedang antara lain:
- pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 6 bulan.
- pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 9 bulan.
- pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25 persen selama 12 bulan.
Selain itu pada pasal 14 huruf i menyatakan, PNS juga terancam mendapatkan sanksi disiplin berat jika memberikan dukungan pada pemilu dan pilkada sebagaimana yang diatur pada pasal tersebut.
Baca juga: Bawaslu: Ada 917 Pelanggaran Netralitas ASN di Pilkada 2020
Adapun bentuk dukungan yang dapat terancam sanksi disiplin berat terdiri dari:
1. Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain.
2. Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
3. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
4. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat, dan/atau
5. Memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.
Adapun jenis hukuman disiplin berat yang diatur pada pasal 8 ayat 4 adalah:
- Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan.
- Pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan.
- Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.