Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aiman Witjaksono
Jurnalis

Jurnalis

Dalang Kasus Munir, Kerusuhan Bawaslu 2019, dan Kerusuhan Mei 1998

Kompas.com - 14/09/2021, 09:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


APA
persamaan kasus Munir dan kasus-kasus pembunuhan lain yang diduga kuat terkait dengan politik seperti kerusuhan Mei 1998 dan kerusuhan Bawaslu 2019? Dalangnya sama-sama tak terungkap.

September selalu mengingatkan kita pada Munir Said Thalib. Aktivis hak asasi manusia itu tewas diracun di atas langit Rumania, Eropa, 17 tahun silam.

Di atas pesawat Garuda Indonesia, 7 September 2004, saat hendak menuju Belanda untuk studi S2, makanan yang disantap Munir dibubuhi racun arsenik.

Persidangan menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara pada Pollycarpus Budihari Priyanto karena terbukti terlibat dalam pembunuhan tersebut.

Pollycarpus meninggal karena Covid-19 pada Oktober 2020. Bersama Pollycarpus, pergi juga semua cerita tak terungkap, terutama tentang siapa dalang di balik aksi jahat ini.

Persidangan hanya mengungkap peran Pollycarpus. Ia disebut sebagai pilot Garuda. Ia sedang tidak bertugas tapi mendapat penugasan dari Direktur Utama Garuda saat itu, Indra Setiawan, untuk pergi ke Singapura.

Pollycarpus berada satu pesawat dengan Munir dalam penerbangan Jakarta-Singapura. Indra Setiawan juga divonis 1 tahun penjara.

Masih banyak misteri tersisa yang tak terungkap hingga saat ini, utamanya sekali lagi, siapa di belakang Pollycarpus? Apa motifnya membunuh Munir?

Cerita-cerita yang tak terungkap di seputar kasus pembunuhan itu sebenarnya ada pada laporan Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Munir. Namun sayang, pada 2016 lalu dokumen asli TPF yang seharusnya menjadi dasar penyelidikan lanjutan hilang.

Salah satu anggota TPF, Usman Hamid, yang kini duduk sebagai Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, mengungkapkan dalam tayangan Program AIMAN KompasTV, bahwa pembunuhan Munir tak bisa dilepaskan dari tujuan politik.

Salah satu yang berkembang adalah pesan kebebasan sipil yang bisa jadi terancam pasca-pemilu jika salah satu kandidat memenangkan Pilpres.

Pembunuhan Munir memang dilakukan kurang dari dua pekan menjelang Pilpres putaran kedua yang diikuti oleh Capres Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono.

"Kita semua mendesak presiden Joko Widodo untuk mengusut aktor intelektual dari pembunuhan politik terhadap Munir. Nah, hari ini saya kira kita perlu menegaskan bahwa kasus kematian Munir adalah sebuah political assasination sebuah pembunuhan politik," ungkap Usman

"Kenapa?" tanya saya.

"Kuat dugaan kasus ini berhubungan dengan situasi politik demokrasi ketika itu," jawab Usman.

Dalangnya semakin kabur, tak terlihat, nyaris tanpa jejak.

Dari kasus Munir ke Rusuh Bawaslu 2019 

Ada kasus lain yang auktor intelektualisnya gelap gulita: kerusuhan 21-22 Mei 2019 menjelang pengumuman hasil sidang Bawaslu atas Pilpres 2019.

Hasil penyelidikan polisi, ada sekelompok massa tak dikenal yang datang menjelang tengah malam dari stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, dalam jumlah banyak.

Massa ini kemudian menyebar ke Jalan Thamrin di depan Bawaslu, membuat rusuh. Pada dinihari mereka bergerak ke daerah Petamburan dan Slipi. Mereka merusak dan membakar. Ada mobil ambulans yang membawa orang dan batu.

Sejumlah pendemo tewas. Beberapa di antaranya diketahui tewas karena ditembak dari jarak dekat, sekitar belasan hingga 30 meter, lagi - lagi oleh orang tak dikenal.

”Korban Harun Al Rasyid ditembak dari jarak 30 meter dari sisi kanan. Sisi kanan itu ruko-ruko di dekat flyover Slipi,” ujar Direskrimum Polda Metro Jaya Suyudi Ario Seto di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (5/7/2019).

Wakil Kepala Divisi Humas Polri kala itu, Brigjen Dedy Prasetyo, mengungkapkan temuan Polisi selanjutnya.

"Ada seseorang yang tingginya sekitar 175 sentimeter, kemudian rambut panjang, kurus. Dia menembak dengan tangan kiri. Ini yang sedang kami dalami. Ada saksinya," ujar Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (5/7/2019).

Siapa eksekutor tersebut? Tak jelas. Apalagi dalangnya. Sampai sekarang amblas.

Apakah kasus-kasus pembunuhan politik ini memiliki benang merah yang sama? 

Setiap orang bisa berargumentasi. Tapi memang sulit untuk tidak mengaitkan kasus-kasus ini dengan kepentingan politik tertentu. 

Kerusuhan Mei 1998, Kerusuhan Mei 2019, hingga kasus Munir, dan semuanya kejadian yang dalangnya tak terungkap, semuanya hampir bisa dipastikan terkait politik yang terjadi saat itu.

Pelaku yang disidang? Hanya pelaku lapangan.

Dalangnya, gelap tak berjejak.

Sampai kapan keadilan datang? Tak ada yang bisa menjawabnya, kecuali 1 kepastian, tak akan ada yang bisa luput dari pengadilan Tuhan.

Saya Aiman Witjaksono...
Salam.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com