Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Dua Pesawat Tempur F-15 Mengudara Saat Tragedi 9/11, tetapi AS Tidak Siap Hadapi Serangan Itu

Kompas.com - 13/09/2021, 18:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Bayu Galih

LAPORAN akhir Komisi 9/11, lembaga bentukan Presiden dan Kongres Amerika Serikat untuk menyelidiki serangan pada 11 September 2001, menyebutkan tragedi itu sebagai peristiwa paling menghentak dan menyedihkan sepanjang sejarah AS.

Nine/Eleven was a day of unprecedented shock and suffering in the history of the United States.

Setidaknya ada dua peristiwa luar biasa dalam perjalanan sejarah Amerika yang membuat bangsa Amerika terkejut, shock dan "marah besar".

Dua peristiwa yang sama sekali tidak pernah diantisipasi dan tidak pernah pula dibayangkan akan terjadi. Dua peristiwa yang unbelievable, sangat sulit dipercaya oleh akal sehat dan logika akan tetapi faktanya tetap terjadi.

Baca juga: NASA Merilis Foto Serangan 9/11 dari Ruang Angkasa

Selain peristiwa 11 September 2001, peristiwa lain yang menjadi catatan hitam sejarah AS adalah penyerangan divisi udara Angkatan Laut Jepang ke Pearl Harbor.

Kedua peristiwa itu mengandung persamaan, Amerika Serikat dikejutkan oleh serangan musuh atau surprise attack. Apabila pada peristiwa Pearl Harbor, AS diserang musuh dari luar negeri, maka 9/11 adalah serangan kejutan dari dalam negeri.

Apabila Pearl Harbor musuh yang menyerang itu adalah negara lain, dalam hal ini Kerajaan Jepang, maka pada 9/11 musuh yang menyerang adalah bukan negara, akan tetapi "kelompok teroris".

Laporan Komisi 9/11 menyebut dua catatan penting atas peristiwa tanggal 11 September 2001.

Pertama, AS dipandang tidak siap dalam menghadapi serangan teroris. Berikutnya adalah tentang bagaimana cara untuk mencegah peristiwa tersebut tidak terulang kembali.

Baca juga: Loose Change, Video Viral yang Menyebarkan Teori Konspirasi 9/11

Untuk diketahui bahwa ketidaksiapan AS menghadapi serangan yang datang dari dalam negerinya sendiri sangat masuk akal. Dalam hal ini, serangan 9/11 terjadi sekitar 10 tahun sejak Perang Dingin berlalu.

Perang Dingin menjadi sebuah rentang waktu, sekitar 40 tahun, saat Amerika Serikat selalu berada dalam situasi dan kondisi "siaga satu". Saat itu, Angkatan Perang AS selalu berada dalam kondisi 24 jam combat ready.

Sudah sejak 1991 ketika Uni Soviet bubar yang diikuti berakhirnya Perang Dingin, Angkatan Perang Amerika Serikat sudah tidak berada dalam siaga satu atau siap tempur 24 jam.

Peristiwa 9/11 kiranya akan menjadi cerita yang sangat berbeda bila dilakukan pada era Perang Dingin, saat AS dalam status 24 hours combat readiness.

Baca juga: Kilas Balik, Kontroversi, dan Pelajaran dari Tragedi 9/11

Dalam file foto 11 September 2014 ini, seorang wanita meletakkan bunga dengan nama yang tertulis di sepanjang tepi North Pool selama peringatan peringatan 13 tahun serangan teror 11 September 2001 di World Trade Center di New York.AP/JUSTIN LANE Dalam file foto 11 September 2014 ini, seorang wanita meletakkan bunga dengan nama yang tertulis di sepanjang tepi North Pool selama peringatan peringatan 13 tahun serangan teror 11 September 2001 di World Trade Center di New York.
Sang arsitek penyerangan setidaknya pasti sudah berhitung dan memilih waktu yang tepat untuk melakukan aksinya. Bulan September adalah masa ketika cuaca di kawasan Washington dan New York cerah dan terang benderang.

Sekali lagi, sang arsitek pelaku 9/11 agaknya sudah memperhitungkan dengan matang sebuah "operasi udara" yang memerlukan kemampuan terbang rendah dan terbang visual dalam melaksanakan misinya.

Sejatinya, tanpa cuaca yang bagus dengan visibility atau jarak pandang yang cukup akan sulit sekali mengemudikan pesawat terbang untuk membidik sasaran tertentu yang hendak dijadikan target.

Baca juga: Secret Service AS Rilis Foto-foto Kejadian 9/11 yang Belum Pernah Terungkap

Khusus tentang "ketidaksiapan" sistem pertahanan udara AS cukup banyak mengundang pertanyaan pula dari berbagai pihak.

Walaupun, akan sangat dapat dimaklumi surprise attack yang dilakukan beberapa pesawat terbang sipil komersial yang hanya dalam hitungan menit adalah sebuah kesulitan besar untuk meresponsnya.

Sekedar untuk diketahui saja bahwa siaga satu atau tidak siaga satu, maka sistem pertahanan udara sebuah negara besar seperti Amerika pasti tetap akan menyiapkan satu atau dua flight on duty , pesawat terbang tempur yang piket siaga 24 jam.

Washington dan New York adalah kawasan yang berada dalam pengawasan NEADS (North East Air Defence Sector) Sektor pertahanan udara North East yang ketika Perang Dingin merupakan bagian dari NORAD (North American Aerospace Defense Command).

Baca juga: Kisah Barbara Olson, Penumpang Pesawat Tragedi 9/11 yang Laporkan Pembajakan

Pada 11 September 2001, dalam laporan Komisi 9/11 yang diberikan akses luas untuk melakukan investigasi, diungkap bahwa sektor pertahanan udara NEADS sempat merespons penerbangan maut itu.

NEADS bahkan sempat menerbangkan satu flight (terdiri dari 2 pesawat) all-weather tactical fighter F-15 dari Otis Air Force Base yang berjarak 153 mil dari New York City.

Flight F-15 itu bergerak cepat setelah menerima laporan penerbangan yang mencurigakan tepat pada pukul 08.46 waktu setempat. Gerak cepat itu, ternyata kemudian menjadi sangat terlambat, karena pada waktu yang sama, pada 08.46, pesawat American Airline Flight 11 rute Boston ke Los Angeles telah menabrak North Tower, salah satu menara kembar ITC.

Dalam laporan tersebut sempat tercatat adanya keraguan dari operator siaga NEADS ketika menerima laporan dari FAA tentang kecurigaan dari manuver penerbangan maut itu.

Operator Siaga NEADS bahkan sempat bertanya apakah ini "latihan" atau "betulan" yang langsung dijawab, No, this is not an exercise, not a test!

Jadi sebenarnya, sekali lagi, Amerika Serikat memang tidak siap, yang disebut dalam laporan itu sebagai was unprepared. Maka terjadilah Tragedi 9/11 yang menelan ribuan korban nyawa dari mereka yang tidak tahu apa apa.

Dalam pakem dari buku basic theories tentang national security atau keamanan nasional pada BAB 1, pelajaran pertama dan mendasar tentang kewaspadaan nasional berbunyi: A nation that defended itself only against expected enemies would be destroyed by the enemy who was unexpected.

Itulah semua yang terjadi pada Tragedi 9/11, di pagi yang cerah tanggal 11 Sptember 2001.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Prabowo: Kita Timnya Jokowi, Kita Harus Perangi Korupsi

Nasional
Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Freeport Indonesia Berbagi Bersama 1.000 Anak Yatim dan Dhuafa

Nasional
Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelang Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com