Menurutnya, dalam sistem presidensial masa jabatan presiden bersifat tetap atau fixed term dan mutlak dibatasi.
"Itulah esensi yang saya tangkap dari pembicaraan kami dengan presiden di Istana Negara beberapa waktu lalu," imbuh dia.
Baca juga: Sekjen Perindo: Jokowi Tolak Wacana Presiden 3 Periode Datang dari Istana
Selain itu, Said mengungkap alasan lain jika wacana amendemen tetap digulirkan. Salah satunya adalah konsekuensi masa jabatan anggota DPR yang juga akan diperpanjang.
Ia berpandangan, hal tersebut sudah barang tentu sangat merugikan PKP yang sudah sangat siap mengikuti Pemilu 2024.
"Kader kami di seluruh Indonesia hari ini sedang giat-giatnya, sedang semangat-semangatnya mempersiapkan diri untuk masuk ke gedung Parlemen di Senayan. Apalagi saat ini sedang terjadi gelombang besar bergabungnya kader dari parpol lain ke dalam gerbong PKP di berbagai daerah," jelasnya.
Lebih lanjut, Said menilai agenda untuk memuat kembali pengaturan mengenai Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) ke dalam UUD 1945 tidak realistis untuk dilakukan saat ini.
Sebab, kata dia, dari sisi waktu jelas tidak mungkin. Ia menjelaskan bahwa tahun 2021 hanya tersisa tiga bulan.
Kemudian, tahun 2022 partai politik sudah disibukkan dengan kegiatan pendaftaran peserta Pemilu.
"Tahun 2023 sudah masuk masa kampanye. Tahun 2024 sudah masuk Pemilu dan Pilkada. Jadi, mustahil bagi parpol yang mempunyai kursi di MPR, termasuk dari unsur anggota DPD dapat berkonsentrasi untuk melaksanakan amendemen sebelum Pemilu 2024," terangnya.
Ia mengingatkan, amendemen UUD 1945 juga tidak boleh dilakukan asal-asalan. Menurutnya, diperlukan waktu yang cukup dan ketenangan pikiran dari anggota DPR dan anggota DPD yang duduk di MPR untuk membahas gagasan GBHN atau PPHN.
Baca juga: Hatta Rajasa Khawatir Amendemen Timbulkan Kegaduhan Masa Jabatan Presiden 3 Periode
Di sisi lain, ruang partisipasi juga harus dibuka seluas-luasnya dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat.
"Maka, semua hal itu bisa dibahas dan dibicarakan secara lebih tenang pasca Pemilu 2024," pungkasnya.
Diketahui wacana amendemen UUD 1945 muncul kembali ketika Ketua MPR Bambang Soesatyo pada 18 Agustus 2021 lalu menyatakan bahwa amendemen perlu dilakukan.
Bambang menuturkan amendemen dilakukan untuk memberikan kewenangan bagi MPR untuk menetapkan PPHN.
Dalam pandangannya, PPHN dibutuhkan untuk pedoman atau arah penyelenggaraan negara. Maka Bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.