Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekjen PKP Sarankan Isu Amendemen UUD 1945 Diakhiri, Ini Alasannya

Kompas.com - 12/09/2021, 08:48 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

Menurutnya, dalam sistem presidensial masa jabatan presiden bersifat tetap atau fixed term dan mutlak dibatasi.

"Itulah esensi yang saya tangkap dari pembicaraan kami dengan presiden di Istana Negara beberapa waktu lalu," imbuh dia.

Baca juga: Sekjen Perindo: Jokowi Tolak Wacana Presiden 3 Periode Datang dari Istana

Selain itu, Said mengungkap alasan lain jika wacana amendemen tetap digulirkan. Salah satunya adalah konsekuensi masa jabatan anggota DPR yang juga akan diperpanjang.

Ia berpandangan, hal tersebut sudah barang tentu sangat merugikan PKP yang sudah sangat siap mengikuti Pemilu 2024.

"Kader kami di seluruh Indonesia hari ini sedang giat-giatnya, sedang semangat-semangatnya mempersiapkan diri untuk masuk ke gedung Parlemen di Senayan. Apalagi saat ini sedang terjadi gelombang besar bergabungnya kader dari parpol lain ke dalam gerbong PKP di berbagai daerah," jelasnya.

Lebih lanjut, Said menilai agenda untuk memuat kembali pengaturan mengenai Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) ke dalam UUD 1945 tidak realistis untuk dilakukan saat ini.

Baca juga: Survei Sebut Pendukung PDI-P dan Golkar Setuju Presiden Tiga Periode, Jokpro 2024: Cepat atau Lambat, Partai Lain Akan Bergabung

Sebab, kata dia, dari sisi waktu jelas tidak mungkin. Ia menjelaskan bahwa tahun 2021 hanya tersisa tiga bulan.

Kemudian, tahun 2022 partai politik sudah disibukkan dengan kegiatan pendaftaran peserta Pemilu.

"Tahun 2023 sudah masuk masa kampanye. Tahun 2024 sudah masuk Pemilu dan Pilkada. Jadi, mustahil bagi parpol yang mempunyai kursi di MPR, termasuk dari unsur anggota DPD dapat berkonsentrasi untuk melaksanakan amendemen sebelum Pemilu 2024," terangnya.

Ia mengingatkan, amendemen UUD 1945 juga tidak boleh dilakukan asal-asalan. Menurutnya, diperlukan waktu yang cukup dan ketenangan pikiran dari anggota DPR dan anggota DPD yang duduk di MPR untuk membahas gagasan GBHN atau PPHN.

Baca juga: Hatta Rajasa Khawatir Amendemen Timbulkan Kegaduhan Masa Jabatan Presiden 3 Periode

Di sisi lain, ruang partisipasi juga harus dibuka seluas-luasnya dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat.

"Maka, semua hal itu bisa dibahas dan dibicarakan secara lebih tenang pasca Pemilu 2024," pungkasnya.

Diketahui wacana amendemen UUD 1945 muncul kembali ketika Ketua MPR Bambang Soesatyo pada 18 Agustus 2021 lalu menyatakan bahwa amendemen perlu dilakukan.

Bambang menuturkan amendemen dilakukan untuk memberikan kewenangan bagi MPR untuk menetapkan PPHN.

Dalam pandangannya, PPHN dibutuhkan untuk pedoman atau arah penyelenggaraan negara. Maka Bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Nasional
KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

Nasional
Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Nasional
Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Nasional
Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Nasional
Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Nasional
Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Pelat TNI Palsu: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Pelat TNI Palsu: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Nasional
Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri

Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri

Nasional
Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Nasional
Soroti Kasus 'Ferienjob', Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Soroti Kasus "Ferienjob", Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Nasional
Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris Jaringan Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah

Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris Jaringan Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah

Nasional
Mantan PM Inggris Tony Blair Temui Jokowi di Istana

Mantan PM Inggris Tony Blair Temui Jokowi di Istana

Nasional
Pendukung Akan Aksi di MK, TKN: Turun ke Jalan Bukan Gaya Prabowo Banget, tetapi Keadaan Memaksa

Pendukung Akan Aksi di MK, TKN: Turun ke Jalan Bukan Gaya Prabowo Banget, tetapi Keadaan Memaksa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com