Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Disarankan Lakukan Hal Ini untuk Bisa Kendalikan Buzzer...

Kompas.com - 10/09/2021, 19:42 WIB
Sania Mashabi,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Badan Pemilihan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Iwan Ismi mengatakan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengendalikan buzzer terutama saat pelaksanaan Pemilu Serentak 2024.

Pertama, kata dia, dengan memberikan ketegasan pada penyerang akun-akun yang pengeritik pemerintah.

"Di media-media sosial itu banyak sekali orang ketika dia banyak berisik soal kritik-kritik pemerintah itu kemudian banyak akun-akun yang kemudian di hack," kata Iwan dalam diskusi daring, Jumat (10/9/2021).

Iwan mengatakan, kader Partai Demokrat yang vokal di media sosial juga kerap mendapat serangan hack hingga pengambilalihan akun oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Oleh karena itu, ia menyarankan, ke depannya pemerintah bisa bersikap tegas pada pelaku ataupun buzzer yang menyerang akun pengeritik pemerintah.

Baca juga: AHY Sebut Buzzer Perusak Demokrasi dan Memecah Belah

"Misalnya kepala saya Bang Andi Arief yang akun twitternya juga pernah di-hack gara-gara mungkin termasuk yang sangat cerewet soal kritik-kritik terhadap pemerintah kemudian ada Bang Rachlan Nashidik ya," ujarnya.

"Secara terang-terangan akunya dibajak, di-hack kemudian dikuasai oleh akun-akun anonim. Itu yang pertama harus tegas," lanjut dia.

Selain itu, Iwan juga menyarankan agar ada payung hukum yang mengikat dan diterapkan secara adil pada semua pihak.

Termasuk juga diterapkan pada akun-akun yang selalu memuji pemerintah apabila mereka kedapatan melakukan kesalahan.

"Dan prosesnya pun harus secara serius tidak boleh ketika dia akunnya cenderung kritis kepada pemerintah itu diseriusin, ketika akun itu banyak memuji-muji pemerintah dia tidak ditindak lanjuti," ucap Iwan.

Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet menjelaskan, kehadiran buzzer dan influencer merupakan fenomena new media atau industri media baru yang mulai muncul dalam konteks politik Indonesia sekitar tahun 2014.

Baca juga: Buzzer Pemerintah Dinilai Muncul karena Media Tak Bisa Dikendalikan...

"Fungsi buzzer itu, semula dia komplemen sifatnya tapi sekarang dia menjadi lini utama, menjadi frontline utama dari suara politik negara,” kata Robert dalam diskusi virtual, Jumat (3/9/2021).

Robert menambahkan, awalnya buzzer merupakan sarana pemasaran bisnis yang kemudian diadopsi untuk kepentingan politik atau pencitraan politik.

Menurut dia, buzzer menjadi diperlukan sejumlah pihak di era sekarang, karena media massa yang mainstream diasumsikan tidak sepenuhnya bisa dikontrol oleh penguasa atau negara.

Hal ini berbeda dengan era Orde Baru, di mana kebebasan pers masih sangat terbatas dan Presiden Soeharto memiliki Menteri Penerangan yang bertugas menyisir dan memberikan materi pemberitaan ke publik.

"Asumsinya ya, media-media mainstream itu enggak sepenuhnya bisa dipakai, seperti enggak bisa dikontrol, enggak bisa dikendalikan oleh kekuasaan, asumsinya seperti itu, berbeda dengan seperti (era) Soeharto," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com