Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perhimpunan Dokter Paru Kritik Rencana Penentuan SNI untuk Rokok Elektrik

Kompas.com - 10/09/2021, 12:07 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengkritik rencana penentuan Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap produk rokok elektrik.

Agus menyayangkan pemerintah tidak melibatkan praktisi atau ahli kesehatan dalam pembahasan kebijakan tersebut.

"Tidak ada keterlibatan tenaga medis penentuan SNI tersebut, tentu kami sebagai dokter paru Indonesia itu sangat prihatin dengan penentuan hal tersebut," kata Agus, dalam diskusi secara virtual, Jumat (10/9/2021).

"Karena teman-teman di luar kesehatan tentu tidak paham apa aspek dari bahaya rokok untuk kesehatan," sambungnya.

Baca juga: Dokter Paru: Rokok Elektrik Lebih Aman Itu Mitos!

Agus mengatakan, rokok elektrik atau vape berbahaya untuk kesehatan. Ia juga menepis anggapan rokok elektrik lebih aman daripada rokok konvensional.

Menurut dia, banyak komponen-komponen dalam rokok elektrik yang tidak terdapat dalam rokok konvensional.

"Artinya, komponen-komponen yang sama-sama ini berbahaya bagi kesehatan yang sampai saat ini ternyata telah terbukti semakin tinggi, semakin banyak buktinya menimbulkan dampak kesehatan," ujarnya.

Agus menekankan, dampak dari rokok elektronik dan rokok konvensional terhadap kesehatan tidak jauh berbeda, yaitu menyebabkan penyakit asma, bronkitis dan lainnya.

"Paru-paru kita sebagai manusia itu diciptakan untuk menghirup udara bersih ya tidak untuk menghirup kadar racun," ucapnya.

Baca juga: Ciptakan Perlindungan Konsumen, BSN Rumuskan SNI Produk HPTL

Sebelumnya, Badan Standardisasi Nasional (BSN) merumuskan standar bagi produk hasil pengelolahan tembakau lainnya (HPTL) yang beredar di Indonesia.

Upaya ini dilakukan agar para pelaku usaha memiliki acuan dalam pembuatan produk HPTL yang sesuai dengan Standardisasi Nasional Indonesia (SNI) demi memberikan perlindungan terhadap konsumen.

Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan, dan Halal, Badan Standardisasi Nasional (BSN) Wahyu Purbowasito mengatakan, pihaknya bersama Kementerian Perindustrian telah rampung menggodok SNI untuk produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco product).

SNI tersebut, kata Wahyu, tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 63/KEP/BSN/3/2021 tentang Penetapan Standar Nasional Indonesia 8946:2021 Produk Tembakau yang dipanaskan.

“Sudah dirumuskan untuk SNI HTP,” kata Wahyu, dikutip dari siaran pers, Jumat (3/9/2021).

Baca juga: WHO: Anak Muda Mulai Kecanduan Tembakau karena Rokok Elektrik

Adapun untuk produk HPTL lainnya seperti rokok elektrik, BSN masih melakukan pembahasan aturan. Wahyu mengungkapkan fokus utamanya yakni standardisasi bagi cairan rokok elektrik.

“Sekarang e-liquid sedang dalam konsep. Ada juga usulan untuk chewing tobacco,” kata Wahyu.

Wahyu mengatakan, standardisasi bertujuan untuk memastikan produk HPTL yang beredar di Indonesia sesuai dengan spesifikasi SNI. Dengan demikian, konsumen bisa terlindungi dari potensi risiko akibat produk yang tidak memenuhi regulasi.

“Jika tidak ada standar, maka tidak akan terkendali bahan apa yang dimasukkan ke dalam produk tersebut. Bahkan bisa jadi produk yang dilarang pun jadi sulit untuk dikendalikan,” tutur dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Nasional
Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal 'Amicus Curiae' Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal "Amicus Curiae" Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Nasional
Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Nasional
Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Nasional
Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Nasional
Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Nasional
Cara Urus Surat Pindah Domisili

Cara Urus Surat Pindah Domisili

Nasional
Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi 'Amicus Curiae' di MK

TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi "Amicus Curiae" di MK

Nasional
Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Nasional
Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Nasional
PAN Minta 'Amicus Curiae' Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

PAN Minta "Amicus Curiae" Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

Nasional
KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
KSAU Pimpin Sertijab 8 Pejabat Utama TNI AU, Kolonel Ardi Syahri Jadi Kadispenau

KSAU Pimpin Sertijab 8 Pejabat Utama TNI AU, Kolonel Ardi Syahri Jadi Kadispenau

Nasional
Pendukung Prabowo-Gibran Akan Gelar Aksi di MK Kamis dan Jumat Besok

Pendukung Prabowo-Gibran Akan Gelar Aksi di MK Kamis dan Jumat Besok

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com