JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, pemerintah tengah menyusun strategi untuk masyarakat agar bisa hidup berdampingan dengan Covid-19.
Ia mengatakan, hal tersebut diperlukan untuk mengantisipasi pandemi Covid-19 yang diprediksi akan berlangsung lama.
"Konsep terkait strategi tersebut memang belum jadi. Namun, pemetaan sudah mulai dilakukan, antara lain untuk memetakan hambatan dari penerapan kebiasaan baru mulai dari protokol kesehatan, testing, dan tracing, serta vaksinasi. Ini penting agar kita siap beradaptasi dari pandemi ke endemi," kata Maxi di Jakarta, Selasa (7/9/2021), sebagaimana dikutip dari Kompas.id.
Baca juga: Pandemi Belum Usai meski Kasus Covid-19 Indonesia Menurun...
Maxi mengatakan, strategi hidup bersama Covid-19 tersebut disiapkan berdasarkan penilaian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu penularan di komunitas dan kapasitas respons penanganan Covid-19.
Ia menjelaskan, pemerintah akan melakukan pemetaan kondisi daerah berdasarkan penilaian tersebut untuk menentukan tingkat pembatasan kegiatan masyarakat.
Hal tersebut serupa dengan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang sedang berjalan di Tanah Air.
Selain itu, Maxi mengatakan, strategi hidup bersama Covid-19 juga terkait dengan pemeriksaan (testing) dan (tracing).
"Jadi ada kesadaran masyarakat untuk melaukan testing dan kalau positif bersedia melakukan isolasi ini dipemetaan," ujarnya.
Baca juga: Luhut: Kita Harus Mulai Berpikir Hidup Berdampingan dengan Covid-19
Kemudian, Maxi mengatakan, upaya memperluas vaksinasi akan terus dilakukan dalam strategi hidup bersama Covid-19.
Pemerintah, lanjut dia, menargetkan 2,5 juta suntikan per hari di bulan September ini.
"Tiga hal ini yang harus kita bahas, melakukan strategi hidup berdampingan Covid-19 sedang kita bahas dengan pakar, bagaimana kita ke depan hidup berdampingan dengan Covid-19," ucapnya.
Sementara itu, menurut Anggota Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI) Soedjatmiko, evaluasi pemberian vaksin Covid-19 diperlukan untuk melihat efektivitas vaksin dalam waktu tertentu.
"Kita harus evaluasi apakah efektivitas vaksin bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu. Misalnya, dalam waktu satu tahun atau tiga tahun. Kita pun bisa tahu vaksin perlu diberikan setiap tahun, tiga tahun dan enam bulan sekali," kata Soedjatmiko.
Baca juga: Virus Akan Bertahan Lama, Ini Roadmap Indonesia Hidup Berdampingan dengan Covid-19
Meski demikian, Soedjatmiko mengatakan, perluasan vaksinasi diperlukan karena vaksin terbukti mampu mengurangi risiko kematian dan perawatan di rumah sakit.
Studi di Jakarta menunjukkan, vaksinasi telah mencegah kematian sampai 94 persen dan mencegah perawatan sampai 96 persen.
Lebih lanjut, Soedjatmiko mengatakan, meski vaksinasi perlu ditingkatkan, upaya pencegahan penularan menjadi lebih penting.
Oleh karenanya, ia meminta masyarakat tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan.
"Kita harus tahu bagaimana cara agar virus tersebut tidak sampai masuk ke dalam tubuh kita. Pastikan masker dipakai untuk menutupi hidung, mulut, dagu, dan pipi," ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.