Biasanya, kata Hariansyah, para perempuan pembela HAM mengalami kekerasan karena membela kasus-kasus seperti isu sumber daya alam atau agraria, dan isu buruh, termasuk buruh migran.
Ia juga mengatakan, ada lima pemicu serangan dan kekerasan yang dialami para perempuan pembela HAM.
Pertama, kuatnya budaya patriarki yang sering menyalahkan korban. Kedua, meningkatnya pembangunan yang minim perspektif hak asasi.
“Ketiga, munculnya bermacam kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang mendorong eksploitasi sumber daya alam. Empat, kepemilihan lahan yang semakin terkonsentrasi dan akumulasi kepemilikan lahan pada seklompok orang,” papar dia.
Kelima, penyelesaian konfik agrarian melalui pendekatan keamanan yang berujung pada kriminalisasi pada perempuan pembela HAM.
“Selain itu kekerasan dan ancaman juga dialami oleh mereka yang mengadvokasi isu keragaman gender dan seksual karena dianggap melawan nilai agama dan budaya,” ucap dia.
Baca juga: Jalan Munir di Den Haag dan Perjuangan Membela HAM yang Tak Pernah Mati
Adapun hari ini merupakan hari peringatan 17 tahun kematian aktivis HAM Munir Said Thalib.
Munir meninggal dalam pesawat Garuda Indoenesia pada 7 September 2004 dalam perjalanan dari Jakarta menuju Belanda.
Banyak pihak menilai kematian Munir masih menyisakan kejanggalan karena auktor intelektualis dalam kasus itu belum diadili.
Dalam perkara ini, Pollycarpus Budihari Priyanto telah dinyatakan sebagai pihak yang melakukan pembunuhan pada Munir.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.