Desakan untuk menyatakan kasus kematian Munir sebagai pelanggaran HAM berat juga terkait dengan mekanisme dan sistem hukum di Indonesia. Salah satunya, batas waktu perkara kedaluwarsa.
Menurut Pasal 78 Ayat (1) angka 4 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), hak penuntutan perkara dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup akan kedaluwarsa setelah 18 tahun.
Pasal 78 KUHP mengatur soal batas waktu kedaluwarsa suatu perkara berdasarkan jenis kejahatan dan ancaman hukuman yang dikenakan atasnya.
KUHP mengatur delik soal pembunuhan dalam Bab XIX Kejahatan terhadap Nyawa, dengan 13 pasal di dalamnya.
Pembunuhan berencana diatur dalam Pasal 339 dan Pasal 340, dengan hukuman seumur hidup dan hukuman mati sebagai ancaman yang dapat dikenakan.
Adapun kasus pembunuhan "saja" dikenakan ancaman pidana paling lama 15 tahun, sebagaimana ketentuan Pasal 338 KUHP. Bila pasal ini yang digunakan, masa kedaluwarsa untuk bisa melakukan penuntutan adalah 12 tahun.
Bila suatu perkara dinyatakan sebagai pelanggaran HAM berat, aturan kedaluwarsa di KUHP tidak berlaku lagi. Ini merupakan prinsip lex specialis dalam ranah hukum.
Rujukan hukum untuk perkara pelanggaran HAM berat adalah UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Penghapusan batas waktu kedaluwarsa untuk perkara pelanggaran HAM berat diatur UU Pengadilan HAM di Bab X tentang Ketentuan Penutup, tepatnya pada Pasal 46.
Akankah kasus kematian Munir segera kedaluwarsa begitu saja tanpa penuntasan?
Adakah kemungkinan statusnya berubah menjadi kasus pelanggaran HAM berat tanpa batasan masa kedaluwarsa?
Akankah misteri kematian Munir mendapatkan jawaban?
Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.