Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Formappi: Tak Ada Gerak-gerik MKD Tindak Lanjuti Laporan soal Azis Syamsuddin

Kompas.com - 05/09/2021, 12:19 WIB
Irfan Kamil,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI seolah mendiamkan laporan mengenai dugaan pelanggaran etik yang melibatkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.

Adapun Azis dilaporkan Wakil Ketua Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) Kurniawan Adi Nugroho ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (26/4/2021).

Nama Azis juga muncul dalam dakwaan terhadap mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Stepanus Robin Pattuju terkait perkara dugaan suap Wali Kota Tanjungbalai.

"Sejak laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik AS (Azis Syamsuddin) dinyatakan memenuhi syarat, tidak terlihat gerak-gerik MKD menindaklanjuti laporan itu sesuai dengan tata beracara MKD," ujar Peneliti Formappi Lucius Karus, kepada Kompas.com, Minggu (5/9/2021).

"Kalau mau dibilang, MKD periode ini menjadi satu AKD DPR yang nyaris enggak ada kerjaan. Jangankan bicara hasil, kerja saja enggak jelas," ucap dia.

Baca juga: Soal Penanganan Dugaan Pelanggaran Etik Azis Syamsuddin, MKD Tunggu Putusan Pengadilan

Menurut Lucius, MKD seolah hilang ditelan bumi, tidak hanya pada kasus Azis, tetapi dalam semua pelaksanaan fungsi mereka sebagai "polisi" etik DPR.

Sepinya aktivitas MKD, kata dia, seolah-olah ingin membangun citra bahwa anggota DPR 2019-2024 merupakan orang-orang yang berperilaku mulia dan tanpa cela pelanggaran. 

"Secerdik apa pun MKD membangun citra dengan menyembunyikan kasus-kasus dugaan pelanggaran etik yang masuk, publik tetap saja punya cara untuk mengetahui perilaku anggota yang diduga mencoreng kehormatan Dewan," kata Lucius.

"Lihat aja pada kasus Azis. Semati-matinya MKD menindaklanjuti penyelidikan atas laporan etik Azis, publik tetap mendapatkan suguhan perkembangan kasusnya," ucap dia.

Terkait dugaan keterlibatan Azis dalam kasus di KPK, menurut Lucius, MKD tidak lagi bisa menyembukannya.

"Mau sembunyi bagaimana MKD? Surat dakwaan Robin dengan jelas menulis nama Azis Syamsuddin berserta tumpukan rupiah yang disodorkannya kepada Robin sebagai suap," ucap dia.

"Surat dakwaan jelas bukan dokumen fiksi yang hanya menggunakan nama tokoh yang kebetulan bernama Azis. Itu pasti keterangan resmi dengan bukti yang bisa disodorkan kejaksaan," tutur Lucius.

Baca juga: Tak Kunjung Proses Dugaan Pelanggaran Etik Azis Syamsuddin, MKD DPR Dinilai Tak Berguna

Sebelumnya, Azis bersama kader Partai Golkar, Aliza Gunado diduga memberikan suap sebesar Rp 3,099 miliar serta 36.000 dollar AS atau sekitar Rp 512 juta kepada Stepanus Robin dan pengacara Maskur Husain.

Dugaaan itu tertuang dalam petikan dakwaan perkara suap Stepanus yang tercantum dalam situs Sistem Informasi Penularan Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu agar terdakwa dan Maskur Husain membantu mereka terkait kasus/perkara di KPK, yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme,” seperti ditulis dakwaan di SIPP PN Jakarta Pusat, dikutip dari Kompas.id.

Dalam petikan dakwaan itu disebutkan bahwa Stepanus bersama Maskur diduga menerima Rp 11.025.077.000 dan 36.000 dollar AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com