JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR tidak akan menangani laporan dugaan pelanggaran etik terhadap Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sebelum ada putusan pengadilan.
Wakil Ketua MKD Habiburokhman mengatakan, penanganan laporan dugaan pelanggaran etik tidak boleh memengaruhi proses hukum. Adapun, nama Azis muncul dalam dakwaan terhadap mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Stepanus Robin Pattuju terkait perkara suap Wali Kota Tanjungbalai.
"Kasus ini adalah dugaan pelanggaran hukum sekaligus etik. Kami tidak boleh memengaruhi proses hukum dengan membuat putusan yang prematur," ujar Habiburokhman, kepada Kompas.com, Minggu (5/9/2021).
Baca juga: Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Diduga Beri Suap Rp 3,5 Miliar kepada Eks Penyidik KPK
Politisi Gerindra ini menyatakan, MKD menghormati proses hukum yang menyeret nama Azis. Oleh sebab itu, MKD tidak akan mendahului proses penanganan etik.
MKD, kata dia, baru akan mengambil putusan terhadap laporan pelanggaran etik politisi Golkar itu setelah ada putusan pengadilan.
"Seperti kita ketahui bahwa surat dakwaan adalah awal dari rangkaian proses persidangan, jika kelak sudah ada putusan pengadilan, ya kami akan menyesuaikan," ucap Habiburokhman.
"Intinya, MKD benar-benar menempatkan hukum sebagai panglima, jadi kami enggak mau offside mendahului proses hukum yang sedang berjalan," ujar dia.
Sebelumnya, Azis bersama kader Partai Golkar, Aliza Gunado, diduga memberikan suap sebesar Rp 3,099 miliar serta 36.000 dollar AS atau sekitar Rp 512 juta kepada Stepanus Robin dan pengacara Maskur Husain.
Dugaaan itu tertuang dalam petikan dakwaan perkara suap Stepanus yang tercantum dalam situs Sistem Informasi Penularan Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yaitu agar terdakwa dan Maskur Husain membantu mereka terkait kasus/perkara di KPK, yang bertentangan dengan kewajibannya, yaitu bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme,” seperti ditulis dakwaan di SIPP PN Jakarta Pusat, dikutip dari Kompas.id.
Baca juga: Tak Kunjung Proses Dugaan Pelanggaran Etik Azis Syamsuddin, MKD DPR Dinilai Tak Berguna
Dalam petikan dakwaan itu disebutkan bahwa secara total Stepanus bersama Maskur diduga menerima Rp 11.025.077.000 dan 36.000 dollar AS.
Selain dari Azis dan Aliza, Stepanus juga didakwa menerima uang dari dari bekas Wali Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, M Syahrial; bekas Wali Kota Cimahi, Jawa Barat, Ajay Muhammad Priatna.
Kemudian, Usman Effendi dalam perkara suap Kepala Lapas Sukamiskin tahun 2019, serta bekas Bupati Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Rita Widyasari.
Dalam perkara ini, Stepanus didakwa melanggar Pasal 12 huruf (a) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP atau Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Keterlibatan Azis dalam kasus ini pertama kali diungkapkan Ketua KPK Firli Bahuri saat mengumumkan penetapan Stepanus sebagai tersangka.