JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Damar Juniarto menilai, kasus nomor induk kependudukan (NIK) Presiden Joko Widodo yang dipakai warganet untuk melacak sertifikat vaksinasi Covid-19 menunjukkan tidak adanya desain pencegahan perlindungan privasi dalam aplikasi PeduliLindungi.
"Jelas, tidak ada strategi besar dengan menetapkan privasi berdasarkan desain, privasi sesuai standar, dan penilaian dampak perlindungan data," kata Damar saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/9/2021).
Diketahui, NIK milik Presiden Jokowi terpublikasi. NIK Jokowi bahkan bisa diakses di laman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada bagian form calon Presiden RI untuk Pemilu 2019.
Baca juga: NIK Jokowi Bocor, Anggota Komisi I: Indikasi Tak Seorang Pun di Indonesia Terlindungi
NIK yang beredar tersebut, kemudian digunakan untuk membocorkan sertifikat vaksinasi milik mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Atas hal tersebut, Damar berpendapat betapa mudahnya seseorang mengakses data pribadi orang lain. Menurut Damar, dalam aplikasi PeduliLindungi ada fitur untuk mencari sertifikat vaksin menggunakan NIK dan nama orang yang hendak dicari.
"Jadi, kalau sekarang ada yang ambil NIK yang valid itu, lalu tulis nama lengkapnya dan gunakan untuk mengetahui apakah dia pernah divaksinasi atau belum menggunakan aplikasi PeduliLindungi, tidak akan ada kesulitan," jelasnya.
"Isu yang mengemuka hari ini pada tersebarnya sertifikat vaksinasi Presiden Jokowi sebenarnya bermula dari betapa mudahnya setiap orang menemukan Nomor Induk Kependudukan seseorang yang sah," tambah dia.
Damar menerangkan, kebocoran data yang dialami oleh Jokowi tentu bisa terjadi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.
Hal itu, kata dia, harus diterima sebagai kenyataan. Ia mengatakan, data yang mudah diakses seperti ini tidak diketahui sejak kapan bermula.
"Hal ini mungkin berawal dari seseorang yang mengekspos KTP atau mungkin pemiliknya sendiri yang mempostingnya di internet. Kemungkinan besar karena lalai," ucapnya.
Menindaklanjuti agar peristiwa kebocoran data tak terulang, Damar mengatakan seharusnya ada standar dan desain privasi yang baik dalam menjaga perlindungan data pribadi.
Ia menyarankan, ada standar yang membatasi akses yang bukan saudara sedarah atau keluarga tidak berhak untuk bisa mengecek data pemilik NIK.
"Harus dibatasi untuk bisa mengecek data orang lain. Apalagi memeriksa data presiden," kata Damar.
Diketahui, publik tengah memperbincangkan NIK Presiden Jokowi yang beredar di dunia maya.
Baca juga: Bocornya NIK dan Sertifikat Vaksin Jokowi Dinilai Kesalahan KPU dan PeduliLindungi
Data itu kemudian digunakan warganet untuk melakukan cek kartu vaksin Covid-19 milik kepala negara di aplikasi PeduliLindungi.
Hasil dari pengecekan itu ditemukan kartu vaksin dosis pertama, kartu vaksin dosis kedua, dan form sertifikat vaksin dosis ketiga.
Hasil pengecekan ini diunggah di Twitter dan mendapat respons luas dari warganet lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.