Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sertifikat Vaksin Jokowi Bocor, Safenet Sarankan PeduliLindungi Batasi Akses Publik Lacak NIK

Kompas.com - 03/09/2021, 17:31 WIB
Nicholas Ryan Aditya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Damar Juniarto menilai, kasus nomor induk kependudukan (NIK) Presiden Joko Widodo yang dipakai warganet untuk melacak sertifikat vaksinasi Covid-19 menunjukkan tidak adanya desain pencegahan perlindungan privasi dalam aplikasi PeduliLindungi.

"Jelas, tidak ada strategi besar dengan menetapkan privasi berdasarkan desain, privasi sesuai standar, dan penilaian dampak perlindungan data," kata Damar saat dihubungi Kompas.com, Jumat (3/9/2021).

Diketahui, NIK milik Presiden Jokowi terpublikasi. NIK Jokowi bahkan bisa diakses di laman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada bagian form calon Presiden RI untuk Pemilu 2019.

Baca juga: NIK Jokowi Bocor, Anggota Komisi I: Indikasi Tak Seorang Pun di Indonesia Terlindungi

NIK yang beredar tersebut, kemudian digunakan untuk membocorkan sertifikat vaksinasi milik mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Atas hal tersebut, Damar berpendapat betapa mudahnya seseorang mengakses data pribadi orang lain. Menurut Damar, dalam aplikasi PeduliLindungi ada fitur untuk mencari sertifikat vaksin menggunakan NIK dan nama orang yang hendak dicari.

"Jadi, kalau sekarang ada yang ambil NIK yang valid itu, lalu tulis nama lengkapnya dan gunakan untuk mengetahui apakah dia pernah divaksinasi atau belum menggunakan aplikasi PeduliLindungi, tidak akan ada kesulitan," jelasnya.

"Isu yang mengemuka hari ini pada tersebarnya sertifikat vaksinasi Presiden Jokowi sebenarnya bermula dari betapa mudahnya setiap orang menemukan Nomor Induk Kependudukan seseorang yang sah," tambah dia.

Damar menerangkan, kebocoran data yang dialami oleh Jokowi tentu bisa terjadi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia.

Hal itu, kata dia, harus diterima sebagai kenyataan. Ia mengatakan, data yang mudah diakses seperti ini tidak diketahui sejak kapan bermula.

"Hal ini mungkin berawal dari seseorang yang mengekspos KTP atau mungkin pemiliknya sendiri yang mempostingnya di internet. Kemungkinan besar karena lalai," ucapnya.

Menindaklanjuti agar peristiwa kebocoran data tak terulang, Damar mengatakan seharusnya ada standar dan desain privasi yang baik dalam menjaga perlindungan data pribadi.

Ia menyarankan, ada standar yang membatasi akses yang bukan saudara sedarah atau keluarga tidak berhak untuk bisa mengecek data pemilik NIK.

"Harus dibatasi untuk bisa mengecek data orang lain. Apalagi memeriksa data presiden," kata Damar.

Diketahui, publik tengah memperbincangkan NIK Presiden Jokowi yang beredar di dunia maya. 

Baca juga: Bocornya NIK dan Sertifikat Vaksin Jokowi Dinilai Kesalahan KPU dan PeduliLindungi

Data itu kemudian digunakan warganet untuk melakukan cek kartu vaksin Covid-19 milik kepala negara di aplikasi PeduliLindungi.

Hasil dari pengecekan itu ditemukan kartu vaksin dosis pertama, kartu vaksin dosis kedua, dan form sertifikat vaksin dosis ketiga.

Hasil pengecekan ini diunggah di Twitter dan mendapat respons luas dari warganet lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Nasional
KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

Nasional
Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Nasional
Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Nasional
Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Nasional
Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Nasional
Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Palsu Pelat TNI: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Palsu Pelat TNI: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Nasional
Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri...

Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri...

Nasional
Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Nasional
Soroti Kasus 'Ferienjob', Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Soroti Kasus "Ferienjob", Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Nasional
Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris Jaringan Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah

Densus 88 Tangkap 7 Terduga Teroris Jaringan Jamaah Islamiyah di Sulawesi Tengah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com