JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono optimistis Presiden Joko Widodo akan menyikapi polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK secara bijak.
Sebab, telah banyak temuan sejumlah lembaga yang menyatakan proses TWK bermasalah dan seharusnya alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak merugikan pegawai.
"Kami optimistis Presiden akan memutuskan secara bijak terkait polemik TWK ini," ujar Giri kepada Kompas.com, Rabu (1/9/2021).
"Hasil putusan Ombudsman RI, Komnas HAM, dan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah sangat jelas dan terang bahwa pegawai KPK dialihstatuskan menjadi ASN, bukan dilakukan seleksi," ucap dia.
Baca juga: Giri Suprapdiono Sebut 3 Skenario Pelemahan KPK Melalui TWK
Berdasarkan Peraturan Komisi (Perkom) nomor 1 tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), alih status pegawai dilakukan melalui TWK.
Setelah proses TWK, 75 pegawai dinyatakan tidak lolos, 51 di antaranya tidak memenuhi syarat (TMS) dan 24 pegawai lainnya dinyatakan masih bisa dibina.
Namun, sebanyak 18 dari 24 pegawai yang dinilai masih bisa dibina melalui pendidikan dan pelatihan bela negara dan dinyatakan lulus menjadi ASN.
Sehingga, tersisa 57 pegawai yang kini statusnya nonaktif hingga 1 November 2021 dan menunggu Presiden Jokowi bersikap atas temuan berbagai lembaga.
Menurut Giri, temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM menyatakan dengan tegas soal sejumlah pelanggaran pada proses asesmen TWK.
Temuan itu antara lain terkait malaadministrasi, pelanggaran 11 nilai hak asasi manusia, hingga pengabaian terhadap arahan Presiden dan putusan MK.
Baca juga: Giri Suprapdiono Sebut Firli Berpotensi Tak Lolos jika Ikut TWK
Bahkan Ombudsman RI memberikan saran berupa tindakan korektif kepada KPK untuk melantik semua pegawai mejadi ASN.
Hal yang sama juga direkomendasikan Komnas HAM yang meminta KPK melantik seluruh pegawai yang dinyatakan tidak lolos TWK.
Akan tetapi, hingga kini, KPK belum menjalankan temuan lembaga-lembaga tersebut dengan dalih menunggu putusan MA.
Bahkan, KPK menyatakan keberatan atas tindakan korektif dari Ombudsman berdasarkan hasil laporan akhir pemeriksaan lembaga tersebut.
"Praktik penyingkiran pegawai berprestasi dan berintegritas melalui kedok seleksi TWK tidak dapat dibenarkan dan harus dihentikan," ujar Giri.
"Rekomendasi lembaga negara tersebut wajib dilaksanakan KPK, sebagai bentuk marwah ketaatan hukum," kata dia.
Baca juga: Giri Suprapdiono: Tujuan Awal Revisi UU KPK Bukan untuk Singkirkan Pegawai Tak Lolos TWK
Menurut Giri, jika mencermati maksud kebatinan (original intent) dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, dapat dilihat bahwa pengalihstatusan pegawai KPK dilakukan secara administratif.
Namun apabila diperlukan, dapat dilakukan orientasi ASN sebagai bentuk pengalihan status pegawai.
Oleh sebab itu, Dirsoskam KPK ini menilai, Presiden Jokowi sebagai kepala negara harus bisa menghentikan polemik yang timbul dari adanya TWK.
"Presiden sebagai kepala negara rasanya sudah waktunya untuk menghentikan polemik TWK ini. Kita harus segera fokus kembali memberantas korupsi dan mengatasi pandemi," kata Giri.
Apalagi, Giri menuturkan, Jokowi sebagai kepala pemerintahan memiliki wewenang mengangkat PNS bahkan mencabut kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
"Kondisi ini diperkuat secara hukum melalui putusan MK yang final dan mengikat, dan rasanya tidak harus menunggu putusan lainnya," ucap Giri.
"Kunci akhir dari pemecahan polemik ini saat ini adalah Presiden RI," tutur dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.