JAKARTA, KOMPAS.com - Empat hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyampaikan alasan berbeda atau concurring opinion terkait uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait alih status menjadi pegawai negeri sipil.
Hakim Saldi Isrra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Enny Nurbaningsih berpendapat bahwa perubahan status pegawai KPK menjadi ASN merupakan peralihan status bukan seleksi calon pegawai baru.
Ini berarti, empat hakim menegaskan putusan MK sebelumnya, yaitu putusan MK tidak boleh merugikan pegawai KPK.
Baca juga: Pusako: Putusan MK Tegaskan Alih Status Jadi ASN Tak Boleh Rugikan Pegawai KPK
"Alasan yang berbeda ini memperlihatkan bahwa ternyata memang ada hakim MK yang bersifat obyektif bahwa alih status bukan merupakan seleksi baru sehingga tidak diperlukan seleksi baru," ucap Zaenur kepada Kompas.com, Rabu (1/9/2021).
Zaenur menyebut bahwa pendapat empat hakim tersebut sama dengan pendapat Presiden Joko Widodo yang meminta agar pegawai KPK di alih statuskan lebih dulu menjadi ASN baru kemudian dilakukan pendidikan untuk meningkatkan wawasan kebangsaan.
"Alasan empat hakim ini menarik, karena mestinya tes itu dilakukan bukan untuk alih status. Tapi untuk promosi dan demosi," ucap dia.
Baca juga: Saat 4 Hakim MK Berpandangan Alih Status Pegawai KPK Bukan Seleksi Calon ASN
Namun demikian, Zaenur mengingatkan bahwa uji materi ini merupakan uji norma konstitusionalitas UU KPK terhadap UUD 1945, bukan menguji soal konstitusionalitas pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
"Jadi untuk pelaksanaannya (TWK) bukan wewenang MK. Pelaksanaan TWK itu tidak bisa diuji MK, pelaksanaan dari norma (TWK) misalnya, yang di dalam soal-soalnya mengandung nilai diskriminasi, pelecehan, memojokkan, menyinggung SARA itu tidak diuji oleh MK," tutur Zaenur.
Dalam pandangan Zaenur, terkait dengan norma pelaksanaan TWK merupakan kewenangan Ombdusman dan Komnas HAM.
Baca juga: Presiden Dinilai Tak Perlu Tunggu Putusan MA dan MK Terkait Polemik TWK Pegawai KPK
Kedua lembaga tersebut telah melakukan investigasi terkait pelaksanaan TWK dan menemukan adanya tindakan maladministrasi dan pelanggaran hak sasi manusia (HAM).
"Sehingga Presiden harus mengikuti rekomendasi Komnas HAM dan nantinya (rekomendasi) Ombudsman," kata dia.
Diketahui MK menolak uji materi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Keputusan itu dibacakan Ketua MK Anwar Usman dalam sidang daring yang berlangsung Selasa (31/8/2021) kemarin.
Anwar mengatakan, seluruh permohonan yang didalilkan pemohon tidak berlasan menurut hukum. Oleh karena itu permohonan harus ditolak seluruhnya.
Adapun perkara itu diajukan oleh Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia Yusuf Sahide.
Ia mengajukan permohonan untuk menguji Pasal 68B Ayat (1) dan Pasal 69C yang mengatur soal peralihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil negara (ASN).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.