Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Amendemen Konstitusi dan Ancaman Menguatnya Oligarki

Kompas.com - 01/09/2021, 11:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MAJELIS Permusyawaratan Rakyat (MPR) berencana merevisi konstitusi. Ada wacana memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi dengan dalih pandemi.

Wacana amendemen Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) kembali mencuat. Pertemuan Presiden Jokowi dengan sejumlah pimpinan partai politik anggota koalisi plus Partai Amanat Nasional (PAN) membuat wacana ini semakin mendapat tempat.

Kuat dugaan, PAN sengaja diundang guna menambah dukungan dan memaksimalkan kekuatan.

PAN tinggal selangkah lagi untuk bergabung dengan koalisi parpol pendukung Jokowi. Jika ini benar terjadi, maka hampir semua kekuatan politik di parlemen ada di tangan Jokowi. Amendemen konstitusi pun tinggal menghitung hari. Karena Jokowi tinggal menjentikkan jari.

Para pendukung perpanjangan masa jabatan presiden berdalih, saat ini Indonesia masih menghadapi pandemi. Jika Pemilu digelar pada 2024 akan membuat pandemi dan krisis ekonomi makin menjadi-jadi.

Untuk itu, masa jabatan Presiden Jokowi harus diperpanjang, yakni menjadi tiga periode melalui pemilu dengan mengamendemen konstitusi terlebih dulu.

Opsi lainnya adalah memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi selama tiga tahun. Perpanjangan masa jabatan presiden ini juga diiringi dengan perpanjangan masa jabatan anggota DPR.

Amendemen konstitusi

Sebelumnya pimpinan MPR sempat mewacanakan untuk melakukan amendemen UUD 1945. Pimpinan MPR sempat menemui Jokowi guna membahas rencana amendemen konstitusi ini.

Mereka menyatakan, MPR tengah membahas amendemen UUD 1945 tentang pokok-pokok haluan negara (PPHN).

Selama ini arah pembangunan negara sudah diatur lewat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Namun ada rencana menempatkan PPHN ini ke dalam konstitusi, seperti Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) di era Orde Baru.

Rencana amendemen konstitusi ini menuai kritik dan mengundang kecurigaan. Pasalnya, amendemen ini seperti membuka kotak pandora. Semua hal bisa terjadi dalam proses ini.

Amendemen bisa jadi tak hanya soal PPHN, namun melebar termasuk wacana periodisasi dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Dugaan ini semakin menguat dengan pernyataan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan usai pertemuan antara Jokowi dengan pimpinan parpol anggota koalisi.

Dia mengatakan, setelah 23 tahun berjalan amendemen UUD 1945 perlu kembali dievaluasi. Tak hanya itu, ia juga menyatakan arah demokrasi saat ini juga harus dievaluasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Komisi V DPR Apresiasi Kesiapan Infrastruktur Jalan Nasional Capai 98 Persen Jelas Arus Mudik-Balik

Nasional
Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Dukung Prabowo dan Megawati Bertemu, Airlangga Singgung Periode Kritis RI 10 Tahun ke Depan

Nasional
Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Prabowo: Saya dan Gibran Manusia Biasa, Kami Butuh Bantuan dan Nasihat

Nasional
Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

Nasional
Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos

Nasional
Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Prabowo Bilang Demokrasi Tidak Mudah, tetapi Paling Dikehendaki Rakyat

Nasional
Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Menko Polhukam Sebut Pengamanan Rangkaian Paskah Dilakukan Terbuka dan Tertutup

Nasional
Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Prabowo-Gibran Buka Puasa Bareng Golkar, Semeja dengan Airlangga, Agung Laksono, dan Akbar Tandjung

Nasional
Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Fahira Idris: Pendekatan Holistik dan Berkelanjutan Diperlukan dalam Pengelolaan Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur

Nasional
KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

KPK: Baru 29 Persen Anggota Legislatif yang Sudah Serahkan LHKPN

Nasional
Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Dewas Sudah Teruskan Aduan Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar ke Deputi Pimpinan

Nasional
Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Rekening Jaksa KPK yang Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar Diperiksa

Nasional
Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com