JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengungkap salah satu isi pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo dan petinggi partai politik (parpol) koalisi pemerintah pada Rabu (25/8/2021).
Menurut dia, selain membahas mengenai penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi, pertemuan juga menyoroti adanya lembaga-lembaga negara yang merasa paling berkuasa.
"Merasa, 'KY lembaga paling tinggi, paling kuat', kamu enggak. Yang paling berkuasa adalah Mahkamah Agung, MK enggak, katanya yang paling berkuasa. Lalu DPR bilang DPR paling berkuasa. Semua merasa paling berkuasa," kata Zulkifli dalam pembukaan rapat kerja nasional (Rakernas) II PAN yang dipantau virtual, Selasa (31/8/2021).
Atas hal itu, Zulhas berpendapat bahwa perlu adanya evaluasi terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 hasil amendemen sebelumnya.
Setelah 23 tahun jalannya reformasi, kata dia, demokrasi pun juga perlu dilakukan evaluasi terkait arah dan tujuan.
"Jadi, setelah 23 tahun, hasil amendemen itu menurut saya memang perlu dievaluasi. Termasuk demokrasi kita ini mau ke mana, maka perlu dievaluasi," nilai Zulhas.
Baca juga: Muhammadiyah Ingatkan Jangan Ada Kepentingan Pragmatis di Balik Wacana Amendemen UUD 1945
Terkait demokrasi, Zulhas mengungkapkan bahwa ada pula pihak yang menginginkan Indonesia menganut sistem demokrasi terpimpin.
Menanggapi hal tersebut, Zulhas berpendapat bahwa sistem demokrasi yang cocok di Indonesia tetap berlandaskan musyawarah dan mufakat.
"Saya menyampaikan, kalau mau diberikan istilah, jelas dong, sila keempat Pancasila itu, 'Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan'," ujarnya.
"Jadi kalau mau, kita ini memang demokrasi yang musyawarah, demokrasi dimusyawarahkan, dipimpin oleh orang yang punya hikmah. Itu artinya, ilmunya cukup, imannya kuat," imbuh dia.
Selain itu, beber Zulhas, pertemuan juga membahas mengenai hubungan antara pemerintah pusat dan daerah.
Berdasarkan penjelasannya, ada anggapan bahwa pemerintah daerah terkesan lamban, begitu pula dengan pemerintah pusat.
Baca juga: Tanda-tanda Amendemen UUD 1945 dan Kekhawatiran soal Masa Jabatan Presiden
Antara pemerintah pusat dan daerah, kata dia, kerap tidak satu pandangan dalam penanganan pandemi Covid-19.
"Ada beberapa bicara yang mengatakan bahwa kalau kita begini terus, ribut, susah, lamban. Bupati enggak ikut gubernur, gubernur enggak ikut pusat, macem-macem lah ya," ungkap Zulhas.
Usai menyampaikan hal-hal tersebut, Zulhas mengaku pertemuan berlanjut dengan acara makan baso bersama, lalu pulang.