JAKARTA, KOMPAS.com - KPK melakukan operasi tangkap tangan atau OTT di Probolinggo, Jawa Timur, pada Senin (30/8/2021).
Dari operasi itu, KPK berhasil mengamankan 10 orang di sejumlah tempat di Probolinggo, termasuk Bupati Probolinggo, Puput Tantriana Sari, bersama suaminya yang juga anggota DPR dari fraksi partai Nasdem, Hasan Aminuddin.
Mereka diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara atau yang mewakili terkait seleksi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Probolinggo tahun 2019.
KPK telah menetapkan Puput bersama suaminya dan 20 orang lainnya sebagai tersangka terkait dengan kasus suap beli jabatan di Probolinggo.
Puput dan suaminya juga telah ditahan bersama tiga orang lainnya. Sementara sejumlah tersangka lainnya diimbau agar kooperatif mengikuti proses hukum yang saat ini sedang dilakukan oleh KPK.
Dalam empat tahun terakhir, penangkapan sejumlah kepala daerah oleh KPK terkait dugaan jual beli jabatan berulang kali terjadi.
Pada Mei 2021, KPK bersama Badan Reserse Kriminal Polri melakukan OTT terhadap Bupati Kabupaten Nganjuk Novi Rahman Hidayat. Novi diduga menerima hadiah atau janji terkait pengurusan promosi atau jabatan di Pemkab Nganjuk.
Dari pemeriksaan, diduga para camat memberikan sejumlah uang kepada Bupati Nganjuk melalui ajudannya terkait mutasi dan promosi jabatan serta pengisian jabatan di tingkat kecamatan.
Bahkan, setoran juga diberikan oleh pejabat di tingkat perangkat desa dengan jumlah setoran jutaan rupiah.
Novi merupakan bupati Nganjuk kedua yang berurusan dengan KPK karena terlibat suap jual beli jabatan.
Sebelumnya, pada 2017, KPK juga pernah menangkap Bupati Nganjuk periode 2013-2018, Taufiqurrahman, atas kasus korupsi yang sama, yakni jual beli jabatan. Saat itu, Taufiqurrahman melakukan jual beli jabatan dengan nilai Rp 1,3 miliar.
Pada 2019, KPK menangkap Bupati Kudus, Jawa Tengah, Muhammad Tamzil dengan dugaan suap pengisian jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kudus tahun 2019.
Tamzil diduga menerima uang untuk memuluskan nama tertentu untuk menjabat sebagai kepala dinas. Tim penyidik KPK pun menyita barang bukti berupa uang ratusan juta rupiah.
Tahun 2018, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko ditangkap karena diduga menerima sejumlah suap dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Inna Silestyanti sebesar Rp 275 juta.
Suap tersebut diberikan oleh Inna agar Nyono, selaku bupati, menetapkan Inna sebagai Kepala Dinas Kesehatan definitif.
Uang yang diberikan oleh Inna kepada Nyono berasal dari kutipan jasa pelayanan kesehatan dana kapitasi BPJS dari 34 puskesmas di Jombang. Dana tersebut telah dikumpulkan oleh Inna sejak Juni 2017.
Masih pada 2018, KPK menangkap Bupati Cirebon, Jawa Barat, Sunjaya Purwadisastra dengan dugaan terkait jual beli sekitar 400 jabatan di pemerintahan Kabupaten Cirebon.
Dalam OTT, KPK menyita uang tunai Rp 385 juta dan bukti transfer Rp 6,4 miliar yang diduga merupakan suap kepada Sunjaya.
Berdasarkan temuan KPK, Sunjaya diduga melakukan jual-beli jabatan dan menerima setoran dari pengusaha. Penerimaan setoran dan jual-beli ini diduga bukan yang pertama kali terjadi mengingat posisi Sunjaya adalah petahana.
Tahun 2017, Bupati Klaten Sri Hartini ditangkap KPK karena jual-beli jabatan di Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten. Dari rumah dinas Bupati Klaten, penyidik menyita uang Rp 2 miliar yang disimpan dalam dua kardus serta 5.700 dollar AS dan 2.035 dollar Singapura.
Uang tersebut dikumpulkan dengan besaran yang bervariasi, mulai dari Rp 50 juta untuk satu jabatan eselon IV hingga ratusan juta rupiah untuk jabatan dengan eselon lebih tinggi.
Penyebab suap jual beli jabatan berulang
Guru Besar Hukum Acara Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Hibnu Nugroho dalam Kompas.id mengatakan, berulangnya kasus korupsi terkait jual beli jabatan memperlihatkan mereka tidak belajar dari kasus sebelumnya. Hal itu bisa terjadi karena dorongan sifat tamak dan rakus.
Terkait kasus di Probolinggo, Hibnu melihat bahwa kasus dugaan jual beli jabatan dilakukan dalam rangka mempertahankan dinasti keluarga yang mana suami dan istri adalah politisi. Dan untuk mempertahankannya, dibutuhkan dana yang besar.
Di sisi lain, dalam konteks pengisian jabatan tertentu, sebetulnya sudah terdapat sistem yang dirancang sedemikian rupa dengan parameter yang jelas.
Misalnya, standar kompetensi, sistem lelang, serta melibatkan KASN. Namun, tidak semua jenjang dapat diawasi sementara kewenangan kepala daerah sangat besar untuk menentukan pejabat di daerahnya.
”Apa pun sistemnya, selalu ada kelebihan dan kekurangan. Tidak ada suatu sistem yang sempurna, tinggal manusia yang menjalankan. Kuncinya, integritas,” kata Hibnu.
Almas Sjafrina dari Indonesia Corruption Watch (ICW) juga menilai secara umum bahwa pemilihan jabatan di daerah, seperti kepala dinas atau pimpinan tinggi masih menyisakan banyak masalah.
Pemilihan pejabat di tingkat itu sering kali dijadikan ajang untuk mendapatkan uang bagi kepala daerah.
Namun, dalam pemilihan pejabat di tingkat desa pun, seperti pejabat sementara kepala desa, terbuka celah untuk melakukan jual beli jabatan. Sebab, di tingkat itu tidak ada peraturan yang ketat dan pengawasan yang intens.
”Problem utama di daerah, birokrasi daerah masih kerap jadi sapi perah kepala daerah untuk mengumpulkan logistik. Jadi, masih banyak muncul kasus mulai dari jual beli jabatan, setoran, dan bagi-bagi proyek,” kata Almas.
Di sisi lain, sistem pengawasan di daerah juga tidak berjalan semestinya. Pengawasan dari Aparat Pengawas Internal Pemerintah belum efektif. Akibatnya, sistem yang sudah dibangun rawan untuk dibajak kepala daerah untuk kepentingannya sendiri.
***
Artikel ini telah tayang di Kompas.id dengan judul: "Deretan Kasus Jual Beli Jabatan yang Terus Berulang"
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.