Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Sebut Indonesia Lupa Aplikasikan Tujuan Konvensi dan UU Narkotika pada Aspek Kesehatan dan Ilmu Pengetahuan

Kompas.com - 30/08/2021, 19:13 WIB
Sania Mashabi,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dekan Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta Asmin Fransiska beranggapan, tidak diperbolehkannya penggunaan narkotika untuk pelayanan kesehatan sangat merugikan Indonesia. 

Fransiska mengatakan hal itu saat menjadi saksi ahli dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika di Mahkamah Kostitusi, Senin (30/8/2021).

"Pembacaan atas pasal bahwa narkotika tidak diperbolehkan untuk layanan kesehatan sangatlah merugikan negara Indonesia yang hanya didasari pada konteks keamanan," kata Fransiska dalam sidang yang disiarkan secara daring.

Adapun Fransiska menjadi saksi ahli dari pihak pemohon yakni tiga orang ibu yang anaknya tengah menderita sakit dan tidak bisa mendapatkan akses pengobatan menggunakan narkotika golongan I.

Mereka memperkarakan Pasal 6 ayat 1 huruf H, Pasal 8 ayat 1 UU Narkotika.

Baca juga: Peredaran Narkotika Jaringan Thailand-Aceh Diungkap, Barang Bukti 324,3 Kg Sabu

Fransiska melanjutkan, pasal dalam UU Narkotika yang digugat pemohon juga bertentangan dengan maksud dan tujuan Konvensi Tunggal Narkotika Tahun 1961 serta UU Narkotika.

UU menyebutkan bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil sesuai amanat UUD serta meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia dalam rangka mewujudkan kesejahateraan, perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan.

Salah satunya, menurut dia, mengusahakan ketersediaan narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat, serta melakukan pencegahan dan pemberatasan bahaya penyalahgunaan narkotika.

Menurut Fransiska, Indonesia saat ini lupa bahwa pengaplikasian tujuan Konvensi Tunggal Narkotika Tahun 1961 dan UU Narkotika harus didasari aspek kesehatan dan ilmu pengetahuan.

"Yang bertujuan menjamin kesejahteraan kesehatan warga negara dan warga dunia," ujar dia.

Baca juga: Sidang Uji Materi UU Narkotika, Pemohon Nilai Larangan Penggunaan Ganja untuk Pengobatan Merugikan

Adapun pemohon pertama diketahui seorang ibu bernama Dwi yang anaknya awalnya menderita pheunomia namun akibat kesalahan diagnosa pengobatan menjadi meningitis.

Dwi pun mendengar adanya terapi dengan cannabidiol yang terbuat dari ekstrak ganja (CBD oil) dan menjalani terapi tersebut pada tahun 2016 di Australia. Hasilnya kesehatan anak Dwi mulai membaik.

Sementara pemohon kedua adalah Santi, yang anaknya normal sejak lahir namun kesehatannya menurun saat menginjak taman kanak-kanak.

Ia pun disarankan temannya yang merupakan warga negara asing untuk melakukan terapi CBD oil.

Namun Santi tidak berani melakukannya karena ada larangan narkotika golongan I dalam UU Nomor 35 Tahun 2009.

Sedangkan pemohon ketiga adalah Novia yang anaknya menderika epilepsi dan tidak bisa menggunakan terapi CBD oil.

Baca juga: Ingin Ganja Dilegalkan untuk Pengobatan, 3 Ibu Gugat UU Narkotika ke MK

Selain tiga orang tersebut, beberapa lembaga lainnya juga ikut menjadi penggugat yakni ICJR, LBH Masyarakat, IJRS, Yakeba dan EJA.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

PKB Beri Sinyal Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin Dinilai Ingin Amankan Kursi Ketum

Nasional
Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Jokowi Teken Keppres, Tunjuk Bahlil Jadi Ketua Satgas Percepatan Swasembada Gula

Nasional
Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Anak Buah SYL Disebut Temui Ahmad Ali saat Penyelidikan Kasus Kementan di KPK

Nasional
Halalbihalal Merawat Negeri

Halalbihalal Merawat Negeri

Nasional
Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Tak Ada Tim Transisi pada Pergantian Pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo

Nasional
Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Kasasi KPK Dikabulkan, Eltinus Omaleng Dihukum 2 Tahun Penjara

Nasional
Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Penetapan Presiden di KPU: Prabowo Mesra dengan Anies, Titiek Malu-malu Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com