Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Kasus Probolinggo, Saat Keserakahan Melupakan Rasa Syukur

Kompas.com - 30/08/2021, 16:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ENTAH mengapa, kadang kita tidak pernah sedikitpun merasa beruntung dalam kehidupan. Semua hal yang terjadi selalu diratapi dengan kata sial. Mendapat mutasi ke daerah terpencil dikatakan sial sementara yang berada di pusat disebut beruntung.

Tuhan punya skenario indah, ternyata teman yg dimutasi ke daerah berhasil menuai pujian karena prestasinya susah disaingi rekan-rekannya di daerah. Jabatannya meroket. Sebaliknya teman yang disebut beruntung tadi tenggelam dalam persaingan orang-orang hebat yang ada di pusat.

Ada cerita, seorang sahabat saya terpilih jadi calon anggota legeslatif (caleg) dari sebuah partai besar. Awalnya dia begitu bersemangat karena terjaring menjadi caleg. Semua perkataan yang dia ucapkan selalu ditutup dengan kata: merdeka! Ibaratnya waktu itu, dia sudah menjelma menjadi bung kecil.

Begitu nomor urut caleg resmi keluar, dia begitu masygul dengan partainya. Dia ditabalkan di nomor urut 5. Dia menganggap dewan pimpinan pusat partai tidak menghargai prestasi, dedikasi, loyalitas dan rekam jejak pribadinya yang bersih tanpa perbuatan tercela baik dari aspek hukum atau terhadap partai. Istilah ini biasanya dikenal di partainya dengan sebutan PDLT.

Saat kampanye di daerah pemilihan, dia tidak begitu bersemangat karena merasa hanya akan mendapat ampas suara alias suara tersisa. Modal kampanyenya pun terbilang pahe atau paket hemat.

Dia begitu khawatir menyapa warga karena takut disodori aneka proposal. Kehidupan ekonominya saja masih kembang kempis alias di atas prasejahtera. Kampanye baginya adalah musim terburuk, ibarat kesebelasan Arsenal yang selalu kalah di setiap pertandingan pembuka Liga Inggris.

Saat penentuan nasib ke Senayan tiba, hasilnya sudah diprediksi. Hanya dua caleg dari partainya yang lolos. Caleh-caleg yang ada di urutan bawahnya harus mengubur mimpi menjadi anggota dewan yang terhormat.   

Sahabat saya terpuruk. Dia meratap penuh kekecewaan. Dia merasa waktu yang dihabiskan di daerah pemilihan sia-sia.

Sekali lagi, Gusti mboten nate sare alias Tuhan tidak pernah tidur. Seperti ketiban durian runtuh, saya saya yang frustrasi politik ini mendapat kursi menggantikan caleg yang bernomor punggung kecil di atasnya. 

Dua caleg terpilih terkena kasus korupsi dan wafat karena sakit. Dua caleg di bawah mereka juga tersandung masalah rasuah. Sahabat saya yang bernomor 5 pun terpilih masuk. Tidak hanya dia, caleg nomor 6 pun terseret ikut ke Senayan karena terjaring di proses penggantian antar waktu (PAW). Itulah nasib.

Semenjak itu, sahabat saya ini kembali mengumandangkan pekik merdeka. Dia tidak lagi merasa di PHP-in (pemberi harapan palsu) dari partainya. Dia sudah kembali menjadi “bung” lagi walau tetap kecil.

Terus meratap tanpa mensyukuri nikmat

Kerap sekali kita menyesali diri kenapa rezeki yang kita dapat tidak membuat kita cepat kaya. Padahal pergi selalu pagi, pulang selalu larut. Berangkat kerja saat anak masih terlelap dan kembali ke rumah lagi sewaktu anak sudah tidur.

Ibaratnya, kaki dijadikan kepala dan kepala ditukar jadi kaki. Membanting tulang hingga akhirnya tulang merasa kebal dibanting karena terlalu banyak pekerjaan.

Sahabat saya yang lain juga begitu: beruntung di mata saya tetapi dia merasa belum seberuntung seperti yang saya kira. Sebelum ditunjuk menjadi komisaris di sebuah anak perusahaan badan usaha milik negara (BUMN), sahabat saya ini tidak memiliki pekerjaan tetap.

Usai kalah berlaga di pentas pemilihan calon anggota legislatif, dia harus pulang ke kampung asalnya untuk membuka usaha kecil-kecilan. Koneksinya yang bagus di elite partai membuat dia ditunjuk menjadi komisaris.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com