JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Netty Prasetiyani meminta pemerintah tidak terlena dengan pujian partai koalisi bahwa penanganan pandemi Covid-19 sudah on the track.
Menurutnya, pujian tersebut harus dianalisis terlebih dahulu ke semua indikator penanganan pandemi bahwa statistik sudah membaik.
"Bahaya jika pemerintah sampai terlena dengan pujian yang tidak berdasarkan data valid. Ini bisa mengaburkan kondisi sebenarnya," kata Netty dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Senin (30/8/2021).
Anggota Komisi IX DPR itu mengatakan, meski kasus harian Covid-19 sudah menunjukkan penurunan, tetapi Indonesia masih berada pada masa krisis pandemi.
Baca juga: Wamenkes: Kasus Covid-19 Anak Naik 2 Persen Dibanding Juli, PTM Berisiko
Merujuk acuan Badan Kesehatan Dunia (WHO), positivity rate Covid-19 di Indonesia masih jauh lebih tinggi dibandingkan acuan yang ditentukan.
"Kita juga pernah jadi juara kematian akibat Covid-19 di dunia. Distribusi vaksin belum merata dan target harian vaksinasi sering meleset. Bahkan terjadi kasus salah sasaran penggunaan booster vaksin untuk nakes oleh sejumlah pejabat dan kelompok lain yang tidak berhak," ujarnya.
Selain itu, Netty mengungkapkan bahwa pencairan insentif tenaga kesehatan dan pembayaran klaim rumah sakit juga masih bermasalah.
Kemudian, ia juga menyoroti sejumlah daerah yang masih berada pada zona merah atau Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4.
"Jadi, pujian keberhasilan penanganan pandemi berdasarkan indikator apa?," tanya Netty.
Baca juga: Wapres Tegaskan Pemerintah Tak Ingin Hanya Andalkan Vaksin Covid-19 Impor
Ketua DPP PKS ini mengatakan, pujian oleh tokoh-tokoh politik kontras dengan fakta yang ada di lapangan.
Hal itu ia lihat dari fakta bahwa masih banyak rakyat yang kesulitan di tengah pandemi dan PPKM. Akibat krisis tersebut, jumlah pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK) meningkat.
"Angka kemiskinan juga bertambah. Usaha rakyat banyak yang tutup dan kembang kempis. Sementara, bansos dengan jumlah kecil untuk rakyat pun dikorupsi," tutur dia.
Sayangnya, lanjut Netty, saat rakyat mengekspresikan keresahannya melalui kritik mural, aparat pemerintah justru melakukan penghapusan.
Hal itu menjadi perhatian baginya ketika pemerintah dinilai peka pada pujian, tetapi kritik justru diberangus.
"Pertanyaannya, kenapa kritik mural rakyat dihapus, tapi puji-puji yang minim data itu justru dipublikasikan luas di media," ucap Netty.
Baca juga: Saat Jokowi Banjir Dukungan Ketum Parpol Dalam Penanganan Pandemi Covid-19