Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Diminta Ajukan Draf Ratifikasi Konvensi Perlindungan dari Penghilangan Paksa

Kompas.com - 30/08/2021, 15:15 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Anggota Komisi III DPR Hinca Pandjaitan meminta pemerintah segera mengajukan draf rancangan undang-undang (RUU) terkait ratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa.

“Sekali lagi (pemerintah) jangan lama-lama, bolanya jangan di otak-atik dekat kotak penaltinya eksekutif, segera saja lempar ke depan supaya bisa sampai ke parlemen, supaya bisa segera kita siapkan,” ujar Hinca, dalam diskusi yang diadakan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), secara virtual, Senin (30/8/2021).

Baca juga: Survei Litbang Kompas, Mayoritas Responden Ingin Pemerintah Ratifikasi Konvensi Perlindungan dari Penghilangan Paksa

Hingga saat ini, RUU tersebut belum masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka lima tahunan dan Prolegnas tahun 2021.

Penyebabnya, DPR belum menerima draf RUU dari pemerintah. Meski demikian Hinca mengatakan, RUU masih tetap dapat dibahas untuk segera disahkan.

DPR atau Presiden masih bisa mengajukan RUU untuk dibahas meski tidak masuk Prolegnas, sepanjang menjadi urgensi bersama. Hal ini berdasarkan Pasal 114 Ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR RI,

“Kalau pun tidak masuk top prioritas pada Prolegnas tahun 2021, karena juga tidak masuk dalam (Prolegnas) lima tahunan, tapi sepanjang ada urgensinya secara nasional tentu bisa. Maka harus dan bisa dibicarakan bersama untuk disetujui,” kata Hinca.

Selain itu Hinca berpandangan, ratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa harus segera dibahas dan disahkan.

Ia menilai, ratifikasi itu untuk menjamin tidak terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terkait penghilangan paksa di masa yang akan datang.

“Dengan hukum positif yang mumpuni masyarakat akan terlindungi dari rasa takut,” kata Hinca.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: 42,9 Persen Responden Tak Yakin soal Penuntasan Kasus Penghilangan Paksa

Menurut Hinca, proses ratifikasi telah berjalan sejak 2009 pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ia berharap di era Presiden Joko Widodo RUU itu bisa segera disahkan.

“RUU ini harus kita miliki segera sebagai hadiah terbaik 76 tahun Indonesia merdeka. Biarkan Pak SBY yang memulai dan Pak Jokowi yang menggenapi,” pungkasnya.

Berdasarkan hasil jajak pendapat Litbang Kompas, mayoritas responden ingin pemerintah segera meratifikasi Konvensi Internasional tentang Perlindungan Orang dari Penghilangan Paksa.

Dikutip dari Harian Kompas, Senin (30/8/2021), 76 persen responden menyatakan setuju jika pemerintah segera melakukan ratifikasi, sementara 10,5 persen tidak setuju, dan 13,5 persen menyatakan tidak tahu.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengajak seluruh negara untuk memerangi impunitas pada kejahatan penghilangan paksa dan menjamin hak semua orang dari kejahatan penghilangan paksa melalui Konvensi Internasional perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa (CPED).

Baca juga: Pemerintah Didesak Ratifikasi Konvensi Internasional soal Penghilangan Paksa

Menurut peneliti Litbang Kompas Arita Nugraheni, sebagian besar responden dalam jajak pendapat berharap negara segera ikut meratifikasi CPED demi menghadirkan jaminan pada setiap orang atas hak dilindungi dari penghilangan paksa.

Adapun CPED diinisiasi pada 20 Desember 2006 di New York, Amerika Serikat. Saat ini Indonesia baru menandatangani perjanjian tersebut, tetapi belum melakukan ratifikasi.

Dengan demikian, Indonesia berkomitmen mengambil langkah perlindungan hak semua orang dari penghilangan paksa, tapi tidak terikat secara hukum.

Tercatat sampai 27 Agustus 2021, ada 64 negara sudah meratifikasi konvensi tersebut. Sudan merupakan negara terakhir yang melakukan proses ratifikasi. Sementara di kawasan Asia Tenggara hanya Kamboja yang sudah melakukan ratifikasi pada 2013.

Permintaan agar pemerintah segera meratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa telah disampaikan DPR melalui rekomendasi pansus pada 2009.

Rekomendasi itu terkait kasus penculikan dan penghilangan aktivis 1997-1998. Komnas HAM menyatakan terdapat dugaan pelanggaran HAM berat dalam bentuk pembunuhan, perampasan dan penghilangan secara paksa terhadap penduduk sipil.

Pansus Orang Hilang DPR juga merekomendasikan Presiden untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc dan melakukan pencarian terhadap 13 orang yang dinyatakan hilang. Kemudian, rehabilitasi dan pemberian kompensasi terhadap keluarga korban.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Nasional
PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Nasional
Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Nasional
Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Nasional
3 Cara Isi Saldo JakCard

3 Cara Isi Saldo JakCard

Nasional
Waspadai Dampak Perang Israel-Iran, Said Minta Pemerintah Lakukan 5 Langkah Strategis Ini

Waspadai Dampak Perang Israel-Iran, Said Minta Pemerintah Lakukan 5 Langkah Strategis Ini

Nasional
Mahasiswa Hukum Empat Kampus Serahkan 'Amici Curiae', Minta MK Batalkan Hasil Pemilu

Mahasiswa Hukum Empat Kampus Serahkan "Amici Curiae", Minta MK Batalkan Hasil Pemilu

Nasional
MA Tolak Kasasi Bambang Kayun

MA Tolak Kasasi Bambang Kayun

Nasional
Polri: Puncak Arus Balik Sudah Terlewati, 30 Persen Pemudik Belum Kembali ke Jakarta

Polri: Puncak Arus Balik Sudah Terlewati, 30 Persen Pemudik Belum Kembali ke Jakarta

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, Bawaslu Jawab Dalil soal Pendaftaran Gibran dan Politisasi Bansos

Serahkan Kesimpulan ke MK, Bawaslu Jawab Dalil soal Pendaftaran Gibran dan Politisasi Bansos

Nasional
Jadi Tersangka KPK, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 M

Jadi Tersangka KPK, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 M

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com