Dalam pidatonya Ketua MPR Bambang Soesatyo menyampaikan bahwa pembahasan dipastikan tidak akan melebar ke soal masa jabatan presiden. Namun, tetap saja sejumlah pihak khawatir.
Soal masa jabatan presiden, ada dua opsi yang selama in jadi wacana. Pertama, penambahan jabatan menjadi tiga Periode. Artinya, presiden bisa menjabat maksimal 3 periode dari sebelumnya hanya 2 Periode.
Opsi kedua, menambah masa jabatan Presiden menjadi 8 tahun. Itu berarti Pilres berikutnya akan digelar 2027, bukan 2024. Pada opsi ini sempat santer disebutkan, jabatan presiden hanya 1 periode saja.
Sementara, ada survei yang mengejutkan soal masa jabatan presiden yang dilakukan Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC).
Dalam survei ini terpetakan, 74 Persen Publik menolak perpanjangan masa jabatan Presiden. Artinya, tetap dua periode saja, tidak diperlukan perubahan UUD 1945. Hanya 13 persen yang menyatakan bahwa jabatan presiden perlu diubah.
"Tujuh puluh empat persen mengatakan harus dipertahankan. Artinya ya udah itu saja, dan hanya memang dua kali aja dan masing-masing selama 5 tahun, harus dipertahankan. Yang menyatakan diubah 13 persen dan tidak tahu 13 persen," kata Direktur Komunikasi SMRC Ade Armando, Minggu (20/6/2021).
Hasil yang mengejutkan muncul ketika nama Presiden Jokowi dimunculkan pada pertanyaan yang sama. Angkanya langsung berubah.
Yang setuju Jokowi menjadi 3 Periode naik lebih dari 3 lipat menjadi 40,2 persen. Meski yang tidak setuju masih mayoritas, yakni 52,9 persen. Sisanya sebagian kecil menjawab tidak tahu atau tidak menjawab.
Angka 40 persen memang bukan angka yang kecil, bahkan angka yang sangat banyak jika merujuk pada jumlah pemilih di Indonesia yang total mencapai 190 juta orang.
Penelitian ini diklaim memiliki tingkat kepercayaan 96 persen dengan batas kesalahan 3,05 persen yang dilakukan pada akhir bulan Juni 2021 lalu.
Saat ini memang muncul pendukung perpanjangan masa Jabatan Presiden. Di antaranya adalah Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indo Barometer M. Qodari yang bergabung bersama relawan Jokowi-Prabowo alias Jokpro 2024 untuk Capres-Cawapres. Ada juga sejumlah politisi, di antaranya mantan Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono.
Sejumlah alasan dikemukakan di antaranya adalah soal meredam perpecahan, hingga pembangunan yang terhambat yang menyebabkan kinerja pemerintah tidak maksimal di tengah Pandemi Covid-19 ini.
Di sisi lain, anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyampaikan di Program AIMAN, usulan 3 periode ini sungguh merupakan ancaman bagi demokrasi.
"Jika bisa menjadi 3 periode, kenapa tidak, selanjutnya ditambah lagi jadi 4,5 dan seterusnya, artinya demokrasi kita mundur seperti dulu," ungkap Titi.
Pembatasan masa jabatan Presiden, tidak lain adalah untuk meminimalkan potensi penyalahgunaan kekuasaan, tambah Titi.
Kita jadi ingat pernyataan sejarawan Inggris Lord Acton di akhir abad ke-19 yang termasyhur itu.
"Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely." Kekuasaan cenderung disalahgunakan. Kekuasaan tanpa batas pasti disalahgunakan.
Kita pernah mengalami kekuasaan disalahgunakan selama puluhan tahun. Korupsi, kolusi, dan nepotisme merajalela. Mereka yang punya akses terhadap kekuasan bisa menjadi raja-raja kecil.
Kita tentu ingin suasana demokrasi saat ini yang dibangun dengan darah pada 1998 tidak kembali terpuruk ke situasi kelam masa lalu.
Jangan. Dan semoga tidak akan pernah.
Saya Aiman Witjaksono.
Salam!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.