Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei Litbang Kompas: 42,9 Persen Responden Tak Yakin soal Penuntasan Kasus Penghilangan Paksa

Kompas.com - 30/08/2021, 09:48 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Hasil jajak pendapat Litbang Kompas menunjukkan soal kekhawatiran publik pada lambannya upaya pemerintah dalam penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM), khususnya terkait penghilangan paksa.

Berdasarkan hasil survei, dikutip dari Harian Kompas, Senin (30/8/2021), sebanyak 42,9 persen responden menyatakan tidak yakin pemerintah mampu menuntaskan berbagai kasus penghilangan orang secara paksa. Sementara, sebesar 50 persen responden mengaku yakin dan 7,1 persen menjawab tidak tahu.

Menurut peneliti Litbang Kompas Arita Nugraheni, tampak keraguan responden soal kemampuan negara dalam memberikan jaminan penyelesaian kasus-kasus penghilangan paksa yang pernah terjadi.

Baca juga: Pemerintah Didesak Ratifikasi Konvensi Internasional soal Penghilangan Paksa

Setidaknya terdapat sembilan kasus pelanggaran HAM terkait penghilangan orang secara paksa, yakni tragedi 1965, Timor Timur, penerapan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh pada 1989-1998, kasus Talangsari, dan penembakan misterius di era Orde Baru.

Kemudian kerusuhan Tanjung Priok, penculikan aktivis 1997-1998, dan operasi militer di Papua. Dari Sembilan kasus tersebut kurang lebih 50.000 orang dilaporkan hilang.

Dari hasil survei, Tragedi 1965 menjadi kasus yang paling menarik perhatian publik. Sebanyak 50,9 persen responden menilai kasus ini belum tuntas ditangani.

Komnas HAM menyebutkan, setidaknya 32.744 korban dalam tragedi 1965 belum ditemukan hingga saat ini.

DPR dan Mahkamah Agung (MA) telah merekomendasikan rehabilitasi terhadap korban Tragedi 1965, namun sampai saat ini permintaan maaf kepada korban belum juga dilakukan.

Selain itu kasus penculikan aktivis 1997-1998 juga menjadi sorotan responden. Sebanyak 43,5 persen responden menilai kasus tersebut tak kunjung tuntas sampai kini.

Baca juga: Lingkaran Kekerasan yang Tidak Pernah Putus...

Arita menulis, pada 2009 DPR telah memberikan empat usulan penanganan pada perkara tersebut, seperti rekomendasi pengadilan HAM ad hoc, pencarian 13 aktivis yang hilang, rehabilitasi keluarga korban, hingga ratifikasi dari Komite Kerja Penghilangan Paksa atau Committee on Enforced Dissapearences (CED) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Sedangkan, hingga saat ini Indonesia belum meratifikasi Konvensi Internasional Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Sampai 27 Agustus 2021 tercatat 64 negara sudah meratifikasi konvensi.

Sudan menjadi negara ke-64 yang baru meratifikasi pada 10 Agustus 2021. Sementara di kawasan Asia Tenggara, baru Kamboja yang meratifikasi.

“Indonesia berkomitmen mengambil langkah-langkah yang sejalan dengan semangat perlindungan hak semua orang dari penghilangan paksa, tetapi tidak terikat secara hukum,” kata Arita.

Survei dilakukan Litbang Kompas pada 18 hingga 20 Agustus 2021, pengumpulan pendapat dilakukan melalui telepon.

Sebanyak 522 responden berusia minimal 17 tahun dari 34 provinsi dipilih secara acak seusai proporsi jumlah penduduk.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com