Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amnesty International Indonesia Minta Pemerintah Jamin Hak Tenaga Kesehatan

Kompas.com - 29/08/2021, 19:42 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesty International Indonesia meminta pemerintah untuk menjamin hak-hak para tenaga kesehatan.

Manajer Media dan Kampanye Amnesty International Indonesia Nurina Savitri mengatakan, para tenaga kesehatan harus dijamin haknya mulai dari kondisi kerja, insentif, hingga melindungi hak mereka yang dilanggar.

"Rekomendasi kami, kami meminta pemerintah menjamin hak-hak tenaga kesehatan atas kondisi kerja yang adil dan mendukung, memastikan pembayaran insentif tepat waktu, serta pemerintah mendengar dan melindungi tenaga kesehatan yang haknya dilanggar," ujar Nurina di acara dialog bertajuk 'Dilema Nakes: Bagaimana Pemenuhan Hak-Hak Nakes' yang diselenggarakan Public Virtue secara daring, Minggu (29/8/2021).

Baca juga: CISDI Ungkap Banyak Tenaga Kesehatan Belum Dapat Insentif Selama Pandemi Covid-19

Jaminan hak terhadap para tenaga kesehatan sangat penting karena pada masa pandemi Covid-19 ini mereka merupakan aset terpenting.

Dengan demikian, hak mereka harus menjadi prioritas pemerintah sebagai garda terdepan penanganan pandemi Covid-19.

Dalam hal pembayaran insentif terhadap tenaga kesehatan, Nurina mengungkapkan adanya penundaan pembayaran insentif sejak 2020 hingga 2021.

"Selama periode Juni 2020-Juli 2021 ada 26.717 tenaga kesehatan di 21 provinsi dan 36 kabupaten/kota yang pernah mengalami pemotongan atau penundaan insentif," kata dia.

Adapun jumlah tersebut tersebar di sejumlah wilayah antara lain 4.258 di Bogor (sudah dibayarkan untuk periode -Januari-Februari 2021, periode Maret-Agustus belum dibayarkan), Palembang 3.987 (sudah dibayarkan Oktober-Desember 2020, Januari-Agustus 2021 belum dibayar), Bekasi 3.502 (September 2020 -Juli 2021 belum dibayar).

Kemudian Tanjung Pinang 2.900 orang tenaga kesehatan, dan Banyuwangi 1.938 (sudah dibayarkan November 2020-Juni 2021).

Baca juga: CISDI Ungkap Banyak Tenaga Kesehatan Tak Dapat Perlindungan Saat Terkena Covid-19

Selain itu terdapat beberapa daerah yang penundaan insentif tenaga kesehatannya terlama.

Antara lain Labuhan Batu, Sumatera Utara (180 orang tenaga kesehatan pembayaran insentifnya tertunda 16 bulan; Donggala, Sulawesi Tengah (700 orang tertunda 15 bulan); Jombang (1.450 orang tertunda 12 bulan); Enrekang, Sulawesi Selatan (40 orang tertunda 12 bulan), dan Kendari, Sulawesi Tenggara (327 orang tertunda 10 bulan).

"Alasan penundaan insentif yang kami temukan adalah inkonsistensi data, hambatan birokratis bahwa perbaikan data harus di Kementerian Kesehatan, banyak tenaga kesehatan yang berdomisili di luar Jawa, banyak pemotongan di fasilitas kesehatan," kata dia.

Selain itu, para tenaga kesehatan juga mengalami diskriminasi dan kekerasan sepanjang 2020-2021.

Kekerasan dan diskriminasi tersebut jumlahnya tercatat lebih tinggi pada tahun 2020.

Sedangkan tahun 2021 jumlahnya cukup terkendali meski bobot keparahannya tidak berkurang.

Kasus yang terjadi antara lain, pemutusan hubungan kerja (PHK), ditolak di tempat tinggal, intimidasi perundungan, dan stigma negatif.

"Pada prinsipnya hak-hak yang melekat pada tenaga kesehatan tidak jauh berbeda dengan yang lain. Tapi karena sekarang penanganan pandemi, maka menurut kami pelanggaran ini seharusnya tidak boleh terjadi. Kalau sudah terjadi, kami merasa negara harus segera turun tangan dan bertanggung jawab," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com