Hanya berselang beberapa hari, BPOM kemudian kembali mengeluarkan EUA untuk vaksin Covid-19 buatan perusahaan farmasi Inggris, AstraZeneca, pada 22 Februari 2021 dengan nomor EUA 2158100143A1.
BPOM memberikan izin penggunaan darurat untuk AstraZeneca usai melakukan evaluasi bersama Komite Nasional Penilai Obat dan pihak lainnya.
Vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh AstraZeneca dan University of Oxford ini memiliki efikasi sebesar 62,1 persen. Vaksin ini diberikan secara intramuskular dengan dua kali penyuntikan. Setiap penyuntikan dosis yang diberikan sebesar 0,5 persen dengan interval minimal pemberian antar dosis yaitu 12 minggu.
Baca juga: Setelah 3 Bulan, Efikasi Vaksin Pfizer dan AstraZeneca Lawan Varian Delta Menurun
Pada 29 April 2021, BPOM mengeluarkan EUA untuk vaksin Covid-19 Sinopharm dengan nomor EUA 2159000143A2. Vaksin Sinopharm didistribusikan oleh PT.Kimia Farma dengan platfom inactivated virus atau virus yang dimatikan.
Berdasarkan hasil evaluasi, pemberian vaksin sinopharm dua dosis dengan selang pemberian 21 hari menujukkan profil keamanan yang dapat ditoleransi dengan baik.
Hasil uji klinik fase III yang dilakukan oleh peneliti di Uni Emirates Arab (UAE) dengan subjek sekitar 42 ribu menunjukan efikasi vaksin Sinopharm sebesar 78 persen.
Baca juga: Indonesia Sudah Terima 5,5 Juta Dosis Vaksin Sinopharm untuk Program Vaksinasi Gotong Royong
Vaksin Covid-19 Moderna mendapat EUA dari BPOM pada Jumat, 2 Juli 2021. Penerbitan EUA untuk Moderna berdasarkan hasil uji klinis fase ketiga dan pengkajian Komite Nasional Penilai Vaksin Covid-19, ITAGI, dan BPOM.
Berdasarkan data uji klinis fase ketiga menunjukkan efikasi vaksin Moderna sebesar 94,1 persen pada kelompok usia 18-65 tahun kemudian menurun menjadi 86,4 persen untuk usia di atas 65 tahun.
Hasil uji klinis juga menyatakan vaksin Moderna aman untuk kelompok populasi masyarakat dengan komorbid atau penyakit penyerta. Komorbid yang dimaksud yakni penyakit paru kronis, jantung, obesitas berat, diabetes, penyakit lever hati, dan HIV.