JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti meminta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menjawab dengan data terkait temuan sejumlah organisasi mengenai kegiatan bisnis tambangnya di Papua.
Menurut dia, penjelasan menggunakan data diperlukan ketimbang memerintahkan aparat kepolisian mengambil tindakan terhadap pembicaraan mengenai temuan tersebut.
"Karena sejatinya, data ini menjadi data publik supaya mendorong transparansi dan akuntabilitas," ujar Fatia kepada Kompas.com, Selasa (24/8/2021).
Baca juga: Luhut Disebut Terlibat Bisnis Tambang di Papua, Jubir Minta Haris Azhar Beri Penjelasan
Fatia menyebut, indikasi transparansi dan keterbukaan tersebut dapat terjadi apabila perusahaan tambang di Papua tak menutup diri.
Selain itu, Fatia mengungkapkan bahwa salah satu faktor permasalahan hak asasi manusia (HAM) dan keamanan di Papua tak lepas dari keberadaan pasukan militer.
Peran militer di Papua, khususnya untuk wilayah konflik, yakni menjaga dan mempermudah sektor bisnis di wilayah setempat.
"Maka keterbukaan informasi terkait operasi militer di Papua juga harus dibuka seluas-luasnya," kata dia.
Ia juga mengatakan, HAM dan sumber daya alam (SDA) di Papua saat ini dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Untuk itu, pihaknya meminta pemerintah agar benar-benar terbuka mengenai kegiatan eksploitasi SDA di Papua.
"Akuntabilitas dan due diligence BUMN dan BUMS yang berada di Papua juga harus terbuka dan sesuai dengan aturan hukum yang," kata dia.
Baca juga: Luhut: Kita Bisa Saja Hadapi Multiple Waves Covid-19 di Masa Depan...
Sebelumnya, Fatia bersama Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Haris Azhar melakukan diskusi mengenai dugaan keterlibatan Luhut dalam bisnis tambang di Papua
Diskusi ini disiarkan melalui kanal YouTube Haris Azhar berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam".
Pembicaraan diskusi ini sendiri berangkat dari laporan "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya" yang dilakukan YLBHI, Walhi Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, Walhi Papua, LBH Papua, Kontras, JATAM, Greenpeace Indonesia, hingga Trend Asia.
Dikutip dari Kontras.org, kajian ini memperlihatkan indikasi relasi antara konsesi perusahaan dengan penempatan dan penerjunan militer di Papua dengan mengambil satu kasus di Kabupaten Intan Jaya, Papua.
Dalam laporannya, ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi, yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata’Ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Miratama (IU Pertambangan).
Baca juga: Cerita Luhut Soal Sistem Tata Kelola Negara yang Tidak Berjalan Saat Kondisi Darurat Covid-19
Dua dari empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ) adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer atau polisi termasuk Luhut.
Setidaknya, ada tiga nama aparat yang terhubung dengan PTMQ. Mereka adalah Purnawirawan Polisi Rudiard Tampubolon, Purnawirawan TNI Paulus Prananto, dan Luhut.
Jubir Luhut, Jodi Mahardi menyebut bahwa percakapan Haris Azhar dan Fatia atas temuan tersebut mengandung kampanye negatif terhadap Luhut. Bahkan, pihaknya meminta kepolisian untuk mengambil langkah antisipatif dan responsif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.