Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerca dan Hinaan terhadap Juliari Dinilai Wajar, Seharusnya Tak Meringankan Hukuman

Kompas.com - 24/08/2021, 05:05 WIB
Tatang Guritno,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menilai, cercaan dan hinaan masyarakat merupakan akibat dari tindakan korupsi yang dilakukan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara.

Zaenur mengatakan, cercaan dan hinaan terhadap Juliari merupakan tindakan yang wajar. Oleh sebab itu, hal tersebut seharusnya tidak menjadi pertimbangan hukum yang meringankan hukuman Juliari.

“Dicerca, caci maki bukan keadaan yang meringankan ya. Itu merupaan konsekuensi perbuatan terdakwa yang dianggap jahat oleh masyarakat,” ujar Zaenur kepada Kompas.com, Senin (23/8/2021).

Baca juga: Hakim: Juliari Sudah Cukup Menderita Dicerca, Dimaki, Dihina Masyarakat

Zaenur tidak sependapat jika cercaan dan hinaan digunakan oleh majelis hakim sebagai pertimbangan yang meringankan vonis.

Ia berpandangan, hal yang meringankan seharusnya terkait dengan kondisi internal dari terdakwa atau kondisi yang memaksa terdakwa melakukan perbuatannya.

“Misalnya, terdakwa merupakan tulang punggung keluarga, kalau dijatuhi hukuman sangat tinggi akan mengakibatkan kewajibannya mengurus keluarga menjadi terhambat,” tutur dia.

Selain itu, Zaenur mengaku kecewa dengan vonis yang diberikan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Pasalnya, ia menilai,  hakim tidak memaksimalkan vonis berdasarkan Pasal 12 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Di sisi lain, korupsi yang dilakukan Juliari memiliki dampak besar bagi masyarakat. Salah satunya yakni menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat pada pemerintah dalam penanganan pandemi Covid-19.

“Itu kan bisa dijatuhi hukuman seumur hidup atau setinggi-tingginya 20 tahun, majelis hakim hanya memutus 12 tahun,” ucap Zaenur.

“Dan ini menunjukan bahwa korupsi makin dianggap bukan sebagai kejahatan luar biasa,” tutur dia.

Baca juga: BREAKING NEWS: Juliari Divonis 12 Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi Bansos

Dalam perkara ini majelis hakim menilai Juliari secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindakan korupsi sesuai dengan dakwaan yaitu Pasal 12 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Juliari disebut terbukti melakukan korupsi terkait pengadaan paket bantuan sosial penanganan Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020 senilai Rp 32,48 miliar.

Majelis hakim menjatuhkan vonis 12 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Juliari juga dijatuhi pidana pengganti Rp 14,59 miliar dan hak politiknya dicabut selama 4 tahun setelah merampungkan masa pidana pokoknya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com