JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengungkap penyebab tingginya angka stunting di Indonesia.
"Beberapa hal yang menyebabkan tingginya angka stunting antara lain karena kurangnya asupan gizi yang sangat kronis," ujar Muhadji dalam "Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2021" bertema "Bergerak Bersama untuk Percepatan Penurunan Stunting" secara daring, Senin (23/8/2021).
Selain itu, kata Muhadjir, rendahnya cakupan akses air yang cukup serta berkualitas dan sanitasi yang rendah juga menjadi salah satu penyebab angka stunting yang tinggi.
Baca juga: Stunting, Apa Hubungannya dengan Kecerdasan Anak?
Muhadjir juga mengatakan, pendidikan orangtua juga berpengaruh terhadap stunting. Sebab, rendahnya tingkat pendidikan orangtua mengakibatkan rendahnya pemahaman mereka tentang banyak hal dalam mengasuh anak.
Disamping itu, menurut dia, stunting juga disebabkan oleh kurangnya tenaga kesehatan, terutama ahli gizi yang bertugas memantau tumbuh kembang anak balita serta yang diperlukan untuk menopang perkembangan anak-anak tersebut.
Oleh karena itu, Muhadjir mengingatkan bahwa stunting menjadi tantangan bersama.
Apalagi, secara global Indonesia berada pada peringkat 115 dari 161 negara di dunia dengan angka stunting di kisaran 27,7 persen.
"Berdasarkan kunjungan kerja saya, para kepala daerah melaporkan, di daerahnya masih ada stunting yang sangat tinggi bahkan ada yang di atas rata-rata nasional," kata dia.
Baca juga: Mendagri Minta Pemda Serius Alokasikan Anggaran Tangani Stunting
Muhadjir mencontohkan angka stunting di Sulawesi Selatan, tepatnya di Kabupaten Jeneponto yang masih 41,3 persen dan Kabupaten Bantaeng 21 persen.
Kondisi yang sama pun terjadi di Sulawesi Utara yakni Kabupaten Minahasa Utara dengan angka stunting 38,6 persen, termasuk Sumatera Utara di Kabupaten Nias Selatan yang mencapai 57 persen.
"Kondisi ini jauh berbeda dengan Kabupaten Sukabumi yang sudah berada di bawah rata-rata nasional yaitu 21,9 persen tapi masih jauh dari target nasional 2024 yaitu 14 persen," ujar Muhadjir.
Menurut Muhadjir, stunting akan menentukan apakah sumber daya manusia (SDM) Indonesia akan berkembang baik atau gagal.
Dengan demikian, apabila Indonesia bisa lepas dari jeratan stunting pada usia dini atau masa usia janin dan bayi, SDM-nya akan menjadi SDM yang luhur, penuh daya saing, cerdas, dan memiliki kapasitas untuk menjadi manusia produktif.
Baca juga: Wapres: Memastikan Program Sampai Sasaran Jadi Tantangan Percepatan Program Stunting
Oleh sebab itu, kata dia, penanaman di sektor hulu mutlak harus dilakukan.
"Yaitu pada masa anak-anak remaja, akan jadi calon seorang ibu, jadi calon pengantin, ibu hamil, menyusui hingga anak usia 59 bulan. Seribu awal kehidupan inilah yang akan menentukan masa depan SDM Indonesia yang produktif," ucap dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.