JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar terorisme dan pendiri Yayasan Prasasti Perdamaian, Noor Huda Ismail, mengatakan pemerintah perlu memiliki strategi baru dalam memahami pergerakan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI). Menurut Ismail, pandangan bahwa JI hanya sebagai gerakan teror tidak tepat.
"Perlu perubahan strategi. Jangan pakai pola-pola lama, menganggap mereka tidak bisa gaul dan sebagainya," kata Ismail saat dihubungi, Senin (23/8/2021).
Ismail menjelaskan, JI merupakan organisasi yang sistematis. Dalam menjalankan gerakannya, JI menggunakan pendekatan kebudayaan sehingga mudah beradaptasi dengan masyarakat.
Para anggota JI, kata Ismail, sangat memahami isu-isu terkini dan menggunakannya untuk menjaring massa.
"JI menggunakan cultural approach. Pendekatan dalam gaya hidup. Maka, mereka punya sekolah sendiri, biro jodoh sendiri, pendanaan, bisnis. Jangan lihat JI hanya latihan militer dengan latihan menembak, tapi mereka terstruktur," ujarnya.
Baca juga: Imigrasi Tahan Perempuan WN Inggris Istri Anggota Jamaah Islamiyah
Ia pun menyebutkan soal metode penggalangan dana yang dilakukan kelompok JI, yaitu melalui Syam Organizer.
Lembaga ini mengklaim sebagai penyalur dana kemanusiaan, baik ke dalam maupun luar negeri. Mereka menempatkan sejumlah kotak amal di toko-toko yang banyak dikunjungi masyarakat.
"Mereka menggunakan aksi-aksi kemanusiaan, seperti Syam Organizer, menggalang dana dengan isu kemanusiaan," tuturnya.
Menurut Ismail, kerja Detasemen Khusus (Densus) 88 Polri menangani aksi terorisme sudah baik.
Namun, ia berharap koordinasi antarlembaga negara dalam menghadapi isu terorisme ini semakin ditingkatkan.
"Yang susah dilakukan negara itu koordinasi. Entah apa yang membuat tersendat," katanya.
Baca juga: Polri Sebut dari 96 Anggota Jamaah Islamiyah, 66 Orang Telah Berangkat ke Suriah
Dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jumat (20/8/2021), Kepala Bagian Bantuan Operasi Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar mengungkapkan, penangkapan teroris yang terafiliasi dengan kelompok JI terus meningkat dalam tiga tahun terakhir.
Pada 2019, Densus menangkap 25 tersangka, bertambah pada 2020 menjadi 64 tersangka, dan sepanjang Januari-Agustus 2021 terdapat 123 tersangka yang ditangkap.
Penangkapan pada 2021 salah satunya dilakukan sepekan terakhir, yakni pada 12-20 Agustus 2021.
Aswin pun mengajak seluruh masyarakat berhati-hati, waspada, serta menjaga keamanan sekitar.
"Dari jumlah penangkapan yang banyak tadi kita harus tetep waspada dan tetep istilahnya menjaga kemananan di wilayah kita masing-masing," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.