Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Ketua MK Pertanyakan Urgensi Amendemen UUD untuk Hidupkan PPHN

Kompas.com - 20/08/2021, 18:23 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva mempertanyakan pentingnya MPR mengamendemen UUD 1945 untuk menghidupkan Garis besar Haluan Negara (GBHN) atau yang kini disebut Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN).

Menurut dia saat ini masalah yang paling nyata ialah pandemi Covid-19 dan untuk menyelesaikannya tak diperlukan amendemen UUD 1945 untuk menghidupkan PPHN.

“Masalah besar paling nyata adalah pandemi, kemudian akibat pandemi terjadi masalah ekonomi, masalah akan bertambahnya penduduk yang miskin dan masalah sosial lainnya," kata Hamdan dikutip dari Tribunnews.com, Jumat (20/8/2021).

Baca juga: Ketua MPR Sebut Amendemen UUD 1945 Diperlukan untuk Tambah Kewenangan MPR Tetapkan PPHN

"Pertanyaannya apakah masalah itu karena persoalan UUD? Apakah karena tidak adanya GBHN atau PPHN?” ujar Hamdan.

Hamdan memahami maksud MPR yang berniat menghidupkan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau kini disebut PPHN untuk memastikan pembangunan nasional bisa berkelanjutan meskipun berganti presiden.

Namun, Hamdan menilai dalam konteks pembangunan jangka panjang, arah pembangunan kerap berganti justru karena tidak konsistennya para politisi.

Sebabnya saat ini Indonesia sudah memilik Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang disusun untuk 25 tahun ke depan.

“Mungkin boleh kita tanya, gara-gara konstitusi atau gara-gara politisi yang berubah-ubah? Saya sih berkesimpulan politisinya yang memandang persoalan dari sisi lima tahunan. Konstitusi itu jangka panjang, kalau lima tahunan pasti akan berubah-ubah tidak mungkin konstan seterusnya,” tutur Hamdan.

Baca juga: Soal Amendemen UUD 1945, Ketua MPR: Masih Panjang, Tak Usah Kebakaran Jenggot

“Lalu pertanyaannya, tidak konsistennya apa sumbernya konstitusi atau tidak? Dari hasil riset kita, tidak konsisten pengambilan kebijakan politik, bukan bersumber dari konstitusi,” lanjut Hamdan.

Adapun saat ini MPR masih melakukan kajian atas Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang diharapkan rampung pada awal tahun 2022 mendatang.

"Badan Pengkajian MPR RI yang terdiri dari para anggota DPR RI lintas fraksi dan kelompok DPD bersama sejumlah pihak terkait terus menyusun hasil kajian PPHN dan naskah akademiknya," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo.

Setelah kajian PPHN selesai, pimpinan MPR akan menjalin komunikasi dengan pimpinan partai politik, kelompok DPD, dan stakeholder lainnya untuk membangun kesepahaman tentang urgensi adanya PPHN.

Apabila semua pimpinan partai politik telah sepakat dan menugaskan anggotanya untuk mengajukan amendemen, maka pimpinan MPR baru akan mengurus teknis administrasi pengajuan usul amandemen Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sesuai pasal 37 UUD 1945.

"Yang hanya fokus pada penambahan dua pasal. Sehingga, amandemen terbatas tidak akan mengarah kepada hal lain di luar PPHN," kata Bamsoet.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mantan Ketua MK Pertanyakan Urgensi Amandemen Terbatas UUD 1945 di Tengah Pandemi 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

UU DKJ Disahkan, Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Langsung Rakyat

UU DKJ Disahkan, Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Langsung Rakyat

Nasional
THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

THN Ungkap Praktik Pembatalan Hasil Pemilu Terjadi di Berbagai Negara

Nasional
Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Jelaskan Kenapa Hak Angket Pemilu Belum Berjalan, Fraksi PKB Singgung soal Peran PDI-P

Nasional
Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Kubu Prabowo Anggap Permintaan Diskualifikasi Gibran Tidak Relevan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Kubu Prabowo-Gibran Minta MK Putus Gugatan Anies-Muhaimin Cacat Formil

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum yang Puja-puji Ketua KPU RI Hasyim Ay'ari

Nasional
Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Presiden Diminta Segera Atasi Kekosongan Jabatan Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial

Nasional
UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang 'DKI'

UU DKJ Disahkan, Jakarta Tak Lagi Sandang "DKI"

Nasional
Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Bos Freeport Ajukan Perpanjangan Relaksasi Izin Ekspor Konsentrat Tembaga hingga Desember 2024

Nasional
Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Puan Sebut Antarfraksi di DPR Sepakat Jalankan UU MD3 yang Ada Saat Ini

Nasional
Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Puan: Belum Ada Pergerakan soal Hak Angket Kecurangan Pilpres 2024 di DPR

Nasional
Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Beri Keterangan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Diskualifikasi dan Pemilu Ulang Bisa Timbulkan Krisis

Nasional
Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Bantuan Sosial Jelang Pilkada 2024

Nasional
KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

KPU Klaim Pelanggaran Etik Hasyim Asy'ari Tak Lebih Banyak dari Ketua KPU Periode Sebelumnya

Nasional
Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Bos Freeport Wanti-wanti RI Bisa Rugi Rp 30 Triliun jika Relaksasi Ekspor Konsentrat Tembaga Tak Dilanjut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com