Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MPR Kaji Penambahan Kewenangan DPR Tolak RUU APBN jika Tak Sesuai Haluan Negara

Kompas.com - 20/08/2021, 16:17 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tengah mengkaji penambahan dua ketentuan dalam amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Salah satunya, kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk menolak Rancangan Undang-Undang Anggaran Penerimaan Belanja Negara (RUU APBN) jika tidak sesuai dengan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

"Penambahan ayat pada pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN," kata Ketua MPR Bambang Soesatyo, dalam keterangan tertulis, Jumat (20/8/2021).

Baca juga: MPR Kaji Penambahan Dua Ketentuan dalam Amendemen UUD 1945

Dikutip dari pemberitaan Kompas.id, Selasa (29/6/2021), Bambang mengatakan, kewenangan DPR menolak RUU APBN dibutuhkan untuk menjaga kesinambungan pembangunan.

Contohnya, ketika saat ini pemerintah pemerintah mengalokasikan anggaran untuk memindahkan ibu kota negara, maka pada pemerintahan selanjutnya, siapa pun presidennya harus meneruskan program tersebut.

"Jangan nanti ganti pemerintah atau ganti presiden maka ganti haluan kebijakan. Pengganti Pak Jokowi, misalnya, meneruskan pemindahan ibu kota. Jangan sampai sekarang kita mengeluarkan effort yang besar untuk program itu, lalu kemudian diubah kebijakannya, sementara kita sudah mengeluarkan energi besar untuk itu,” kata Bambang.

Perubahan lainnya yakni penambahan satu ayat pada Pasal 3 yang memberikan kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan PPHN.

Bambang mengatakan, bentuk hukum yang ideal bentuk hukum yang ideal dalam penetapan PPHN adalah melalui ketetapan MPR.

"Pemilihan Ketetapan MPR sebagai bentuk hukum yang ideal bagi PPHN, mempunyai konsekuensi perlunya perubahan dalam konstitusi atau amandemen terbatas UUD NRI 1945. Sekurang-kurangnya berkaitan dengan dua pasal dalam UUD NRI 1945," ujar politisi Partai Golkar itu.

Baca juga: Soal Kewenangan Tetapkan Haluan Negara, Ketua MPR: Agar Ada Arah yang Jelas

Ia menjelaskan, bentuk hukum yang ideal bagi PPHN bukan melalui undang-undang karena masih dapat diajukan judicial review melalui Mahkamah Konstitusi.

Selain itu, apabila PPHN diatur langsung dalam konstitusi juga dinilai tidak tepat.

"Karena PPHN adalah produk kebijakan yang berlaku periodik, dan disusun berdasarkan dinamika kehidupan masyarakat, serta bersifat direktif, maka materi PPHN tidak mungkin dirumuskan dalam satu pasal atau satu ayat saja dalam konstitusi," ucap dia.

Saat peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun ke-76 MPR, Rabu (18/8/2021), Bambang mengatakan, amendemen konstitusi PPHN dibutuhkan sebagai pedoman atau arah penyelenggaraan negara.

Dengan begitu, Bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.

"Sehingga Indonesia tidak seperti orang menari poco-poco. Maju dua langkah, mundur tiga langkah," kata Bambang.

"Ada arah yang jelas ke mana bangsa ini akan dibawa oleh para pemimpin kita dalam 20, 30, 50, hingga 100 tahun yang akan datang," tutur dia.

Sementara itu, sejumlah partai politik berpandangan rencana amendemen konstitusi mesti dipikirkan secara matang dan dinilai tidak tepat dilakukan di tengah pandemi Covid-19.

Baca juga: PPP Ingin Proses Amendemen UUD 1945 Tidak Tergesa-gesa

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Penetapan Prabowo di KPU: Mesra dengan Anies hingga Malu-malu Titiek Jadi Ibu Negara

Nasional
Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com