JAKARTA, KOMPAS.com - Terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko Tjandra mendapat remisi dua bulan di momen HUT ke-76 RI.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Ditjenpas Kemenkumham) menyatakan Djoko Tjandra memenuhi syarat sebagai penerima remisi.
Dalam keterangan tertulis Ditjenpas, berdasarkan putusan MA Nomor: 12/K/PID.SUS/2009 tertanggal 11 Juni 2009 yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap, maka Djoko Tjandra memperoleh remisi sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006.
Baca juga: Remisi untuk Djoko Tjandra Dinilai sebagai Cerminan Sikap Pemerintah terhadap Pemberantasan Korupsi
"Joko Soegianto Tjandra (Djoko Tjandra) merupakan terpidana yang sudah menjalani satu per tiga masa pidana," kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjenpas Kemenkumham Rika Aprianti dikutip dari Antara, Kamis (19/8/2021).
Remisi yang diberikan kepada Djoko Tjandra pun menyita perhatian publik. Sebabnya Djoko Tjandra yang kini mendapat remisi dulunya merupakan seorang buron. Berikut perjalanan kasus Djoko Tjandra dari status seorang buron hingga mendapat remisi.
Djoko Tjandra mulanya divonis dua tahun penjara dalam perkara hak tagih Bank Bali. ia juga dihukum membayar denda Rp 15 juta subsider 3 bulan kurungan setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan Peninjauan Kembali (PK) Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada 2008 silam.
Selain hukuman penjara, negara juga merampas uang Djoko di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar.
Namun, Djoko Tjandra berhasil melarikan diri usai MA mengabulkan PK dari kejaksaan. Djoko Tjandra menjadi buronan selama kurang lebih 11 tahun.
Pada 2020, keberadaan Djoko Tjandra mulai terendus. Hal itu bermula saat Djoko Tjandra hendak mengajukan PK.
Baca juga: Remisi untuk Djoko Tjandra yang Pernah Melarikan Diri Usai Divonis...
Polemik Djoko Tjandra mulai mencuat ke publik setelah beredarnya sebuah surat jalan. Keberadaan surat jalan tersebut dibeberkan oleh Indonesia Police Watch (IPW) pada 15 Juli 2020.
Dalam dokumen surat jalan yang ditunjukkan IPW, tertulis Joko Soegiarto Tjandra sebagai konsultan.
Dalam surat itu, Joko Tjandra disebut melakukan perjalanan dari Jakarta ke Pontianak dengan pesawat terbang untuk keperluan konsultasi dan koordinasi.
Tertulis pula Joko Tjandra berangkat pada 19 Juni 2020 dan kembali pada 22 Juni 2020. Dengan surat jalan tersebut, Djoko Tjandra diduga dapat keluar-masuk Indonesia meskipun menjadi buronan.
Djoko Tjandra diketahui sempat mendatangi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) pada 8 Juni 2020.
Baca juga: Ini Alasan Kemenkumham Beri Remisi 2 Bulan Kepada Djoko Tjandra
Di hari yang sama, ia juga melakukan perekaman dan mendapatkan e-KTP di kantor Kelurahan Grogol Selatan. Kemudian, pada 22 Juni 2020, Djoko Tjandra membuat paspor di Kantor Imigrasi Jakarta Utara.
Djoko Tjandra akhirnya berhasil ditangkap dan dipulangkan ke Indonesia. Operasi penangkapan Djoko Tjandra dipimpin langsung oleh Listyo Sigit Prabowo yang saat itu masih menjabat Kabareskrim.
tim khusus yang telah dibentuk berangkat ke Kuala Lumpur dengan menggunakan pesawat jenis Embraer Legacy 600 dengan nomor registrasi PK-RJP untuk menjemput Djoko Tjandra.
Saat tiba, rombongan yang membawa Djoko Tjandra terlihat menggunakan pesawat jenis Embraer Legacy 600 dengan nomor registrasi PK-RJP yang didominasi warna putih dengan warna merah pada bagian ekor pesawat.
Saat turun, Djoko terlihat mendapatkan pengawalan ketat dari sejumlah aparat kepolisian. Dua orang aparat polisi bahkan menggandeng kedua lengannya.
Pada 22 Desember 2020, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan vonis 2 tahun dan 6 bulan penjara pada Djoko Tjandra.
Djoko terbukti bersalah dalam kasus pemalsuan surat jalan, surat keterangan pemeriksaan Covid-19 dan surat rekomendasi dapat masuk ke Indonesia.
Baca juga: Djoko Tjandra Dapat Remisi 2 Bulan di Momen HUT Ke-76 RI
Dalam kasus ini Djoko bersama Anita Kolopaking dan mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Pol Prasetijo Utomo didakwa telah memalsukan surat jalan.
Surat jalan, surat kesehatan, serta surat bebas Covid-19 palsu itu digunakan Djoko Tjandra yang berstatus buron untuk keluar-masuk Indonesia sebanyak dua kali melalui Pontianak, pada 6-8 Juni 2020 dan 20-22 Juni 2020.
kemudian majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara pada Djoko Tjandra.
Majelis hakim menilai, Djoko terbukti melakukan suap terkait Daftar Pencarian Orang (DPO), fatwa MA dan pemusyarakatan jahat.
Baca juga: Perbedaan Sikap Jaksa atas Putusan Banding Pinangki dan Djoko Tjandra Jadi Sorotan
Namun tak berselang lama, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan banding Djoko Tjandra dan memangkas hukuman dari 4,5 tahun menjadi 3,5 tahun dalam kasus penghapusan red notice dan permufakatan jahat.
Dengan segala catatan hitamnya, Djoko Tjandra tetap mendapat remisi dua bulan pada peringatan HUT ke-76 RI.
Ditjenpas Kemenkumham menilai Djoko Tjandra memenuhi syarat sebagai narapidana yang berhak mendapatkan remisi sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006.
"Joko Soegianto Tjandra (Djoko Tjandra) merupakan terpidana yang sudah menjalani satu per tiga masa pidana," kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Ditjenpas Kemenkumham Rika Aprianti dikutip dari Antara, Kamis (19/8/2021).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.