JAKARTA, KOMPAS.com - Evaluasi terhadap seluruh program pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terus dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Salah satunya, KPK mendorong perbaikan data penerima bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial (Kemensos) hingga terhapus sebanyak 52 juta data ganda.
"Kalau dari data itu (52 juta penerima ganda), kita berikan (bansos) Rp 200.000, kita estimasi sekitar 10,5 triliun selamat uang negara," ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, dalam konferensi pers, Rabu (18/8/2021).
Oleh sebab itu, sebagian besar fokus KPK di bidang monitoring pada semester I 2021 yakni terkait kebijakan pandemi khususnya pada bantuan sosial.
Penggabungan data
KPK pun merekomendasikan adanya penggabungan data Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Pahala mengatakan, rekomendasi dari KPK terkait perbaikan data tersebut disambut baik oleh Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Baca juga: KPK: Risiko Korupsi Tinggi jika Data Penerima Bansos Tak Sesuai NIK
"Bu Menteri kemarin datang memaparkan kemajuan integrasi data atas rekomendasi KPK, beliau menyebutkan bahwa dari DTKS, BPNT dan PKH aslinya itu 193 juta penerima, setelah digabung itu hilang sekitar 47 juta, jadi sisa 155 juta, ini yang kita bilang ganda," ujar Pahala.
Tak hanya itu, KPK juga merekomendasikan Kemensos untuk memadankan data tersebut dengan data di Kementerian Dalam Negeri. Menurut Pahala, KPK khawatir jika nomor induk kependudukan (NIK) penerima bantuan tersebut tidak ada di Kemendagri.
"Risiko korupsi di paling atas, kalau data tidak padan dengan NIK. Ini bisa jadi ganda, karena tidak bisa secara cepat diidentifikasi siapa yang terima (bansos) dua," kata dia.
Pahala mengatakan, penerima bantuan sosial bisa saja memiliki berbagai penyebutan nama. Misalnya M Nasir, Muh Nasir, Muhammad Nasir dan Mohamad Nasir. Jika tidak berdasarkan NIK, nama tersebut bisa saja dimiliki oleh empat orang.
"Nah kasus yang sebelumnya terjadi adalah, kami mendapati bahwa penerima di daerah bisa menerima dua kali, karena datanya di ujung tidak pasti ada NIK-nya," ujar dia.
Lebih lanjut, ia menyebut, yang tidak kalah penting dari pemadanan data Kemensos dengan NIK yakni update-nya data tersebut. Sebab, menurut dia, penerima bantuan yang memiliki NIK di satu wilayah bisa saja pindah atau meninggal dunia.
Baca juga: Penjelasan Risma soal Masih Ada Warga Miskin yang Tak Terima Bansos
"Tahun ini ada NIK-nya, tapi kan tahun berikutnya orangnya bisa meninggal, bisa cerai, bisa pindah. Karena NIK-nya tidak di-update, bantuannya datang, orangnya enggak ada, dibilang lah bantuan salah sasaran," ujar Pahala.
"Masa sih bantuan dikasih ke orang yang enggak ada, karena apa? Karena tidak di-update datanya. Itu yang kita bilang data tidak boleh statis tapi dinamis karena updating-nya kan terjadi terus," tutur dia.
Alasan warga miskin tak dapat bansos
Dalam acara yang sama, Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini menjelaskan alasan mengapa masih ada warga yang merasa berhak namun tak pernah menerima bansos selama pandemi Covid-19.
Menurut dia, Kemensos menyerahkan data penerima bansos pada pemerintah daerah. Hal itu, sebagaimana, ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin.
“Sejak bulan Januari sampai April kami kembalikan sesuai UU 13 Nomor 2011 bahwa usulan data siapa penerima (bansos) itu dari daerah," ujar Risma.
"Maka kemudian kita kembalikan kewenangan itu pada daerah. Kita minta perbaiki (data) oleh daerah,” kata dia.
Risma mengatakan, mekanisme pengolahan data penerima bansos itu diusulkan oleh daerah melalui ketua RT/TW, Kepala Desa, Lurah hingga kepala adat pada pemerintah daerah. Kemudian, pemerintah daerah mengajukan usulan data itu pada Kemensos.
Baca juga: Ini Cara Manfaatkan Fitur Usul dan Sanggah di Aplikasi Cek Bansos
Menurut dia, jika dalam proses verifikasi dan validasi data ditemukan adanya perbedaan data yang diusulkan pemerintah daerah dengan data kependudukan, maka akan dilakukan quality assurance oleh pihak perguruan tinggi yang bekerja sama dengan Kemensos.
Mantan Wali Kota Surabaya ini mengatakan, jika tidak ditemukan selisih data, data penerima bansos itu akan diterima oleh Kemensos dan informasinya akan disampaikan pada masyarakat melalui website Cekbansos.kemsos.go.id.
“Terbaru di situs kita bisa mengajukan usul dan sanggah. (Jika masyarakat merasa) saya berhak menerima, bisa mengusulkan, meski nanti juga akan diverifikasi lagi, dan bisa juga mengajukan sanggahan,” kata dia.
Risma menyebut bahwa kualitas data penerima bansos sangat bergantung pada keaktifan pemerintah daerah. Sebab, data kependudukan di Indonesia sangat dinamis. Oleh sebab itu, Kemensos dan pemerintah daerah, kata dia, selalu memperbarui data satu bulan sekali.
Meski data penerima bansos diusulkan oleh daerah, Risma mengklaim bahwa pihak Kemensos juga aktif melakukan scaning data.
“Jadi kita juga melakukan scaning, ini daerah-daerah elite, tidak berhak menerima, itu kami bisa scaning itu. Sekarang sedang kita coba lakukan scaning,” imbuhnya.
Baca juga: 22.661 Keluarga di Kota Tangerang Telah Terima Bansos Beras dari Bulog
Masyarakat diminta aktif
Di sisi lain, Diretur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh juga meminta masyarakat aktif memperbarui data kependudukan masing-masing.
Ia mengatakan, suatu saat data kependudukan akan menjadi basis data tunggal untuk proses pemberian kredit, pembukaan rekening bank, pembuatan surat izin mengemudi (SIM), paspor, hinggat BPJS.
“Kalau masyarakat tidak meng-update data, Dukcapil tidak bisa melakukan input misalnya ada yang meninggal, pindah, lahir, menikah atau bercerai,” kata Zudan.
Ia juga meminta masyarakat melaporkan jika sudah mengalami perubahan status ekonomi. Hal ini, penting dilakukan untuk meminimalkan kesalahan pemberian bantuan sosial pada masyarakat.
“Kemudian yang naik kelas, dulu nganggur, sekarang punya pekerjaan. Yang dulu kuliah sekarang sudah jadi PNS,” kata dia.
Baca juga: KPK Perkirakan Perbaikan Data Penerima Bansos Selamatkan Uang Negara hingga Rp 10,5 Triliun
“Sehingga dalam proses (pemberian) bantuan sosial Bu Risma bisa tepat, sebab kalau penduduk tidak meng-update data bisa jadi kita salah memberi bantuan sosial,” ucap Zudan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.