Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temuan KPK Terkait Bansos, dari Data Ganda hingga Pentingnya Update Data

Kompas.com - 20/08/2021, 08:52 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Evaluasi terhadap seluruh program pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terus dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Salah satunya, KPK mendorong perbaikan data penerima bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial (Kemensos) hingga terhapus sebanyak 52 juta data ganda.

"Kalau dari data itu (52 juta penerima ganda), kita berikan (bansos) Rp 200.000, kita estimasi sekitar 10,5 triliun selamat uang negara," ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, dalam konferensi pers, Rabu (18/8/2021).

Oleh sebab itu, sebagian besar fokus KPK di bidang monitoring pada semester I 2021 yakni terkait kebijakan pandemi khususnya pada bantuan sosial.

Penggabungan data

KPK pun merekomendasikan adanya penggabungan data Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Pahala mengatakan, rekomendasi dari KPK terkait perbaikan data tersebut disambut baik oleh Menteri Sosial Tri Rismaharini.

Baca juga: KPK: Risiko Korupsi Tinggi jika Data Penerima Bansos Tak Sesuai NIK

"Bu Menteri kemarin datang memaparkan kemajuan integrasi data atas rekomendasi KPK, beliau menyebutkan bahwa dari DTKS, BPNT dan PKH aslinya itu 193 juta penerima, setelah digabung itu hilang sekitar 47 juta, jadi sisa 155 juta, ini yang kita bilang ganda," ujar Pahala.

Tak hanya itu, KPK juga merekomendasikan Kemensos untuk memadankan data tersebut dengan data di Kementerian Dalam Negeri. Menurut Pahala, KPK khawatir jika nomor induk kependudukan (NIK) penerima bantuan tersebut tidak ada di Kemendagri.

"Risiko korupsi di paling atas, kalau data tidak padan dengan NIK. Ini bisa jadi ganda, karena tidak bisa secara cepat diidentifikasi siapa yang terima (bansos) dua," kata dia.

Pahala mengatakan, penerima bantuan sosial bisa saja memiliki berbagai penyebutan nama. Misalnya M Nasir, Muh Nasir, Muhammad Nasir dan Mohamad Nasir. Jika tidak berdasarkan NIK, nama tersebut bisa saja dimiliki oleh empat orang.

"Nah kasus yang sebelumnya terjadi adalah, kami mendapati bahwa penerima di daerah bisa menerima dua kali, karena datanya di ujung tidak pasti ada NIK-nya," ujar dia.

Lebih lanjut, ia menyebut, yang tidak kalah penting dari pemadanan data Kemensos dengan NIK yakni update-nya data tersebut. Sebab, menurut dia, penerima bantuan yang memiliki NIK di satu wilayah bisa saja pindah atau meninggal dunia.

Baca juga: Penjelasan Risma soal Masih Ada Warga Miskin yang Tak Terima Bansos

"Tahun ini ada NIK-nya, tapi kan tahun berikutnya orangnya bisa meninggal, bisa cerai, bisa pindah. Karena NIK-nya tidak di-update, bantuannya datang, orangnya enggak ada, dibilang lah bantuan salah sasaran," ujar Pahala.

"Masa sih bantuan dikasih ke orang yang enggak ada, karena apa? Karena tidak di-update datanya. Itu yang kita bilang data tidak boleh statis tapi dinamis karena updating-nya kan terjadi terus," tutur dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com