Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Diminta Tetapkan Kasus Munir sebagai Pelanggaran HAM Berat

Kompas.com - 19/08/2021, 16:11 WIB
Achmad Nasrudin Yahya,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus pembunuhan aktivis hak asai manusia (HAM), Munir Said Thalib, dinilai sebagai bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan.

Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) meminta Komnas HAM segera tetapkan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat.

Permintaan itu disampaikan Kasum berdasarkan kajian mendalam bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil.

"Selama ini konstruksi penanganan kasus pembunuhan Cak Munir yang sejatinya adalah pembunuhan berencana," ujar aktivis Kasum sekaligus Direktur LBH Jakarta Arif Maulana, dalam konferensi pers, Kamis (19/8/2021).

Baca juga: KASUM Harap Kasus Pembunuhan Munir Tak Mengenal Asas Kedaluwarsa

Menurut Arif, opini hukum atau legal opinion terkait kasus Munir telah diserahkan kepada Komnas HAM pada September 2020.

Arif menuturkan, merujuk Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, kasus Munir telah memenuhi unsur untuk dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat.

Berdasarkan Pasal 7 dan Pasal 9 UU Pengadilan HAM, kasus yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kemudian, kejahatan terhadap kemanusiaan dilakukan secara meluas dan sistemik.

Di sisi lain, Arif menuturkan, pembunuhan Munir disebabkan persekongkolan atau konspirasi yang terorganisasi dan melibatkan institusi negara.

"Yang tentu tidak akan mampu bisa diungkap jika hanya menggunakan mekanisme hukum biasa," kata Arif.

Baca juga: Hasil Pemeriksaan Ombudsman: Dokumen Asli TPF Munir Masih Belum Ditemukan

Munir dibunuh pada 7 September 2020 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura.

Pemberitaan Harian Kompas 8 September 2004 menyebutkan, Munir meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.

Hasil autopsi menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) itu.

Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir pernah telah dilakukan. Pengadilan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan pilot Garuda Indonesia.

Pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan. Dia dianggap menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.

Baca juga: 16 Tahun Kasus Pembunuhan Munir, Janji Jokowi Kembali Ditagih

Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini. Akan tetapi, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan.

Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN Mayjen Purn Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini divonis bebas dari segala dakwaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Iran Serang Israel, Jokowi Minta Menlu Retno Upayakan Diplomasi Tekan Eskalasi Konflik Timur Tengah

Nasional
Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nilai Tukar Rupiah Terus Melemah, Gubernur BI Pastikan Akan Ada Intervensi

Nasional
PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik Supaya 'Survive'

PDI-P Dukung PPP Lakukan Komunikasi Politik Supaya "Survive"

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PAN: Jangan Cuma Bicara, tapi Akui Kemenangan 02

Nasional
Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Kesimpulan Tim Ganjar-Mahfud: Jokowi Lakukan Nepotisme dalam 3 Skema

Nasional
Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Diduga Terima Gratifikasi Rp 10 M, Eko Darmanto Segera Disidang

Nasional
PKB Sebut Prabowo dan Cak Imin Belum Bertemu Setelah Pilpres 2024

PKB Sebut Prabowo dan Cak Imin Belum Bertemu Setelah Pilpres 2024

Nasional
Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Megawati Serahkan Amicus Curiae terkait Sengketa Pilpres, Harap MK Mengetuk 'Palu Emas'

Nasional
PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

PKB Baru Tentukan Langkah Politik Setelah Putusan MK soal Sengketa Pilpres

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Dampak Geopolitik Usai Iran Serang Israel

Nasional
Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Pasca-bentrokan Brimob dan TNI AL di Sorong, Pangkoarmada III Pastikan Tindak Tegas Para Pelaku

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Keterangan 4 Menteri di Sidang MK Tak Menjawab Fakta Politisasi Bansos

Nasional
PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

PPP Siap Gabung Pemerintahan Prabowo, Golkar: Nanti Dibahas di Internal KIM

Nasional
Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Serahkan Kesimpulan ke MK, Kubu Ganjar-Mahfud Tegaskan Tetap pada Petitum Awal

Nasional
Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Tim Ganjar-Mahfud Serahkan Kesimpulan ke MK, Sebut 5 Pelanggaran yang Haruskan Pilpres Diulang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com