Kepala daerah yang berani, tentu akan menolak Pokir yang tidak sesuai dengan kondisi keuangan daerah dan tidak paralel dengan visi misi kepala daerah saat kampanye dulu.
Saya yang pernah menyarankan pencoretan Pokir karena tidak sesuai dengan visi misi kampanye kepala daerah serta kondisi pandemi kena juga getahnya, diintimidasi anggota dewan.
Bagimana pula halnya dengan kepala daerah yang teguh mempertahankan penghapusan Pokir sementara rongrongan politis begitu sarat hingga akhir jabatan selesai?
Saya yang hanya konsultan dan tidak menetap lama di daerah tersebut mungkin tidak begitu berat konsekuensinya, tapi bagaimana dengan “rongrongan” ke pihak kepala daerah?
Belajar dari kejadian Solok dan Bungo, tidak salah jika kita belajar dari sejarah. Bung Karno kerap berujar “Jas Merah” atau jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Dari kolega Bung Karno yang bernama Mr Sartono kita menyimak arti sebuah konsistensi dan kesederhanaan,
Sartono adalah pendiri Partai Nasional Indonesia bersama Soekarno di tahun 1927. Walaupun berdarah ningrat Jawa, kehidupan Sartono dihabiskan dengan menjadi aktivis kemerdekaan.
Lulusan meester in de rechten Universitas Leiden, Belanda ini adalah ketua DPR terlama dari 1949–1959. Posisinya sebagai ketua DPR berhenti ketika DPR dibubarkan oleh Sukarno saat mengumumkan Dekrit Presiden 1959.
Ketika Presiden Sukarno membentuk DPR Gotong Royong dan menawarkan jabatan ketua DPR kepada Sartono, dengan tegas Sartono menolak. Menurutnya anggota dewan itu terpilih karena pemilihan, bukan karena penunjukan semata.
Hingga akhir hayatnya, Sartono tinggal di rumah yang sederhana dengan perabotan yang jauh dari kata mewah.
Saran dari sahabat-sahabatnya agar Sartono pindah dari kediamannya yang semenjana ke perumahan mewah seperti para pejabat pada umumnya, ditolak Sartono. Ia memang benar-benar tidak memiliki harta (Merdeka.com, 18 Juli 2017).
Sengaja saya menggunakan judul kolom ini dengan padanan dari judul film besutan Erwin yang menang di Locarno International Film Festival 2021.
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas yang meraih penghargaan Golden Leopard ini mengisahkan tokoh utama yang mempunyai masa lalu yang kelam.
Karena ingin berubah, tokoh utama ini merubah penampilan dan perilakunya agar terlihat garang dan berbeda dengan perilakunya yang dulu.
Anggota Dewan seperti di Solok atau Bungo wajib menonton film dari adaptasi novel yang ditulis Fajar Kurniawan.