JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko meminta agar pertemuan Presiden Joko Widodo dan Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) di Istana Bogor pada pekan lalu tak disalahartikan.
Moeldoko meminta semua pihak berpikir positif atas pertemuan itu.
"Saya tak bisa memberikan penjelasan lebih jauh. Tapi janganlah kita berspekulasi berlebihan. Karena menjadi ribet nanti. Kita berpikir yang positif," ujarnya dalam sesi tanya jawab dengan wartawan di Kantor Staf Kepresidenan, Rabu (18/8/2021).
"Karena spekukasi berlebihan nanti akan membawa ekses yang semakin membingungkan banyak pihak," tambahnya.
Sementara itu, saat ditanya tentang sikap Presiden atas wacana amendemen yang dikaitkan dengan masa jabatan presiden tiga periode, Moeldoko enggan memberikan jawaban.
Baca juga: Ketua MPR: Keputusan Amendemen UUD 1945 Bergantung pada Dinamika Politik
Diberitakan sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan bahwa wacana amendemen terbatas UUD 1945 tidak akan menjadi bola liar ataupun membuka kotak pandora.
Khususnya, kata dia, terkait perubahan perpanjangan masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi tiga periode.
Bambang mengaku telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (13/8/2021) di Istana Bogor dan membahas mengenai hal tersebut.
Menurut pria yang akrab disapa Bamsoet itu, Presiden Jokowi justru khawatir dan mempertanyakan apakah amendemen UUD 1945 tidak berpotensi membuka kotak pandora sehingga melebar termasuk mendorong perubahan periodesasi masa jabatan presiden dan wakil presiden.
"Saya tegaskan kepada Presiden Jokowi, sesuai dengan tata cara yang diatur di Pasal 37 UUD RI 1945 sangat rigid dan kecil kemungkinan menjadi melebar," kata Bamsoet dalam keterangan yang diterima Sabtu (14/8/2021).
Baca juga: PPP Ingin Proses Amendemen UUD 1945 Tidak Tergesa-gesa
Ketua DPR RI ke-20 itu menuturkan, Presiden Jokowi mendukung amendemen terbatas UUD 1945 hanya untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) dan tidak melebar ke persoalan lain.
PPHN, kata dia, diperlukan sebagai penunjuk arah pembangunan nasional.
"Presiden Jokowi menyerahkan sepenuhnya kepada MPR RI mengenai pembahasan amendemen UUD 1945 untuk menghadirkan PPHN. Karena merupakan domain dari MPR RI. Beliau berpesan agar pembahasan tidak melebar ke hal lain, seperti perubahan masa periodesasi presiden dan wakil presiden. Karena Presiden Jokowi tidak setuju dengan itu," jelasnya.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan, pasal 37 UUD 1945 mengatur secara rigid mekanisme usul perubahan konstitusi.
Perubahan tersebut, lanjut dia, tidak dapat dilakukan secara serta merta, melainkan harus terlebih dahulu diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR atau paling sedikit 237 pengusul.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.