JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay meminta rencana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak dilakukan terburu-buru. Ia mengingatkan, amendemen konstitusi harus didasarkan pada kajian yang komprehensif.
"Kalau belum siap, sebaiknya ditahan dulu," kata Saleh saat dihubungi, Rabu (18/8/2021).
Saleh menegaskan, amendemen UUD 1945 bukan pekerjaan mudah. Ia mengatakan, perubahan pasal dalam konstitusi akan berpengaruh besar pada sistem ketatanegaraan.
Baca juga: Soal Kewenangan Tetapkan Haluan Negara, Ketua MPR: Agar Ada Arah yang Jelas
Oleh karena itu, seluruh kekuatan politik, akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan berbagai elemen lainnya terlebih dahulu merumuskan agenda dan batasan amendemen.
Ia menuturkan, mesti ada kesepakatan dari semua fraksi dan kelompok DPD terhadap perubahan yang diajukan agar tidak ada kekhawatiran bahwa amendemen melebar ke isu lain.
"Konstitusi adalah milik seluruh rakyat. Perubahan terhadap konstitusi sebaiknya didasarkan atas aspirasi dan keinginan rakyat. Perubahan itu pun tidak boleh hanya demi tujuan politik sesaat," kata dia.
Anggota Komisi IX DPR itu menambahkan, secara teknis, amendemen UUD 1945 juga tidak mudah karena mesti diajukan oleh setidaknya 1/3 anggota MPR.
Kemudian harus ada sidang yang dihadiri 2/3 anggota MPR dan keputusan amendemen mesti disetujui oleh 50 persen plus 1 dari seluruh anggota MPR.
Baca juga: Nasdem Sebut Wacana Amendemen UUD 1945 Berpeluang Jadikan MPR Sebagai Lembaga Superior Lagi
Ia pun berkaca pada isu amendemen yang sempat menguat pada MPR periode 2009-2014 dan 2014-2019, tetapi amendemen belum bisa dilaksanakan pada periode tersebut.
"Nah, bila hari ini amandemen UUD 1945 diagendakan lagi, maka kesulitan yang sama tetap akan ada. Ditambah lagi, Indonesia sedang fokus menghadapi pandemi. Tentu akan ada persoalan kepatutan jika melakukan amandemen di tengah situasi seperti ini," kata dia.
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo menyatakan, amendemen diperlukan agar MPR memiliki kewenangan dalam menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Menurut Bambang, PPHN dibutuhkan sebagai pedoman atau arah penyelenggaraan negara. Dengan begitu, Bangsa Indonesia tak lantas berganti haluan setiap pergantian presiden-wakil presiden.
"Sehingga Indonesia tidak seperti orang menari poco-poco. Maju dua langkah, mundur tiga langkah," kata Bambang, dalam peringatan Hari Konstitusi dan Hari Ulang Tahun ke-76 MPR yang dipantau secara daring, Rabu (18/8/2021).
"Ada arah yang jelas ke mana bangsa ini akan dibawa oleh para pemimpin kita dalam 20, 30, 50, hingga 100 tahun yang akan datang," tutur dia.
Baca juga: Temui Jokowi, Ketua MPR Sebut Presiden Setuju Amendemen UUD 1945 Hanya untuk PPHN
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.