JAKARTA, KOMPAS.com – Aparat kepolisian disebut sedang mencari pelaku mural yang menggambarkan wajah mirip Presiden Joko Widodo dengan tulisan "404: Not Found" di Batuceper, Kota Tangerang.
Pengamat komunikasi politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno menilai sebelum melakukan pencarian, mestinya aparat kepolisian dan pemerintah daerah setempat menjelaskan terlebih dulu apa yang salah dari mural tersebut.
"Publik kemudian tidak paham apa yang salah dari mural itu. Itu tidak pernah dijelaskan transparan obyek kesalahannya, apakah karena undang-undang mengenai ketertiban umum atau karena substansi moral," ucap Adi, dihubungi Kompas.com, Rabu (18/8/2021).
Baca juga: Komnas HAM Nilai Aparat Terlalu Reaktif Hapus dan Cari Pembuat Mural
Jika pembuatan mural itu disebut mengganggu ketertiban umum, lanjut Adi, maka pelaku hanya perlu diingatkan dan diimbau oleh pemerintah daerah, melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
"Kalau (melanggar) ketertiban umum tidak perlu diburu, tapi cukup diberi imbauan, dan itu bukan ranah polisi, itu ranah Pemda dan Satpol PP. Supaya tidak terjadi mural berulang-ulang Pemda harus memberi tulisan larangan di tempat umum yang dicorat-coret," tutur dia.
Dalam pandangan Adi, keberadaan mural itu sulit dikatakan melanggar substansi moral. Karena obyek dalam gambar itu tidak jelas.
"Kalau memang menggambarkan wajah Presiden salah, kan obyeknya tidak jelas," kata Adi.
"Di situ tidak ada nama, hanya kesamaan gambar, kemiripan, yang punya wajah sama dengan Kepala Negara itu banyak. Artinya obyek itu terlampau kabur jika menunjuk tokoh penting di negara ini," ujar dia.
Adi menegaskan bahwa aparat penegak hukum tidak bisa menyalahkan pembuat gambar karena dianggap melecehkan lambang negara.
"Apalagi kalau keluar statement melanggar karena melecehkan lambang negara. Lambang negara itu Pancasila, bukan Presiden," ucapnya.
Baca juga: Komnas HAM: Penghapusan Mural Berpotensi Langgar Hak Asasi
Terakhir, Adi meminta agar aparat penegak hukum tidak perlu berlebihan dalam merespons mural tersebut.
Aparat diminta jangan menempatkan seolah-olah pembuat mural sebagai pelaku kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.
"Ini seolah-olah pelakunya membuat extraordinary crime, apalagi disebut diancam KUHP karena melecehkan lambang negara, padahal lambang negara bukan Presiden tapi Pancasila kalau mengacu pada UUD 1945. Jadi jangan menambah kegaduhan. Kasihan indeks demokrasi kita akan babak belur," kata Adi.
"Ini pelaku mural enggak pernah merugikan negara. Ini yang harus dijelaskan pada publik kesalahannya di mana," ucap dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.