Merupakan hutan sakral
Gunung Liman merupakan hutan larangan yang disakralkan oleh masyarakat Badui. Mereka dititipkan oleh leluhur adat untuk menjaganya.
Sehingga, hukum adat mewajibkan masyarakat Badui secara turun-temurun untuk merawat Gunung Liman agar tetap terjaga kelestariannya. Itulah alasan mengapa mereka sangat sedih ketika mengetahui daerah sakralnya dirusak oleh para penambang emas liar.
"Mereka sangat sedih, menangis melihat hutan sakralnya gundul dirusak gurandil," kata Dulhani.
Di lahan Gunung Liman yang dirusak tersebut, kata Dulhani, ditemukan sejumlah lubang yang diduga tempat penambang liar mencari emas. Akibatnya, lahan seluas sekitar dua hektare di Gunung Liman tersebut menjadi gundul.
Baca juga: Baduy Dalam Ditutup untuk Umum Selama 3 Bulan
Lokasi lubang-lubang tersebut persisnya menurut Dulhani terletak di Gunung Liman yang masuk wilayah Wewengkon Adat Kasepuhan Cibarani di Kecamatan Cirinten.
Mengutip Kompas.id, oleh warga bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, TNI, Polri dan Pemerintah Kabupaten Lebak telah menutup lubang-lubang tersebut. Di sana juga ditanam kembali ribuan anakan pohon.
Dulhani mengatakan, kerusakan yang timbul karena ulah manusia harus sesegera mungkin diperbaiki. Upaya itu dilakukan bukan hanya untuk memulihkan dan menjaga lingkungan semata, tapi juga untuk meredam murka alam.
”Gunung Liman sakral. Tidak boleh dirusak. Pamali, bisa menimbulkan bencana. Banyak orang akan menderita,” katanya.
Warga meyakini kerusakan akan menimbulkan kualat. Bentuknya kasantap, kabadi, dan kasibat yang berarti kesambet atau kemasukan makhluk halus.
Lebih dari itu bisa terjadi angin puting beliung, terjangan banjir, dan kebakaran hebat yang akan meluluhlantakkan desa.
Di hutan tersebut terdapat sumber mata air yang sangat dijaga oleh masyarakat suku Badui. Juga terdapat sumber aliran sungai-sungai penting di Kabupaten Lebak dan Banten, yaitu Sungai Cibarani, Ciliman, Ciujung, dan Sungai Cibaso.
Mengutip Antara, saat ini, kawasan Hutan Hak Ulayat Badui seluas 5.101.85 hektare sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 32 Tahun 2001.
Dari 5.102.85 hektare itu, di antaranya seluas 3.000 hektare merupakan kawasan hutan adat, termasuk hutan larangan di Gunung Liman.