Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Neni Nur Hayati
Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia. Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Perempuan dan Refleksi Kemerdekaan

Kompas.com - 18/08/2021, 11:02 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Neni Nur Hayati

PERINGATAN Hari Kemerdekaan Ke-76 RI menjadi momen penting bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Tentu, kemerdekaan bukan hanya sekedar perayaan seremonial belaka dengan upacara bendera, mengibarkan sang saka merah putih di halaman rumah, menancapkan umbul-umbul di sepanjang jalan atau ramai-ramai memasang meme.

Kemerdekaan adalah soal sikap mental mencintai Tanah Air sepenuh jiwa dan diartikulasikan dalam wujud perilaku baik dengan nalar yang sehat.

Merayakan kemerdekaan sejatinya juga memberikan kesempatan untuk melakukan refleksi tentang perjalanan bangsa ini serta membulatkan tekad bersama mengatasi berbagai macam persoalan guna memajukan Indonesia menuju satu abad pada 2045.

Sudah seharusnya bangsa ini semakin dewasa dalam segala hal. Politiknya berdaulat, ekonominya berdikari, kebudayaannya menunjukkan kepribadian yang jelas, sehingga kemerdekaan benar-benar menyentuh dimensi substansial.

Sudah sepatutnya kita mengucap rasa syukur atas nikmat kemerdekaan bangsa ini yang telah banyak mencapai kemajuan, meskipun disisi lain tantangan yang dihadapi negeri ini juga semakin kompleks.

Para pelaku sejarah telah membuktikan menegakkan kemerdekaan dengan berbagai kesulitan untuk terus bertransformasi ke arah yang lebih baik. Termasuk kaum perempuan yang turut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari pendudukan Jepang.

Sejarah mencatat pada kongres nasional pertama organisasi-organisasi perempuan yang diadakan di Yogyakarta pada Desember 1928 secara eksplisit telah mengisyaratkan orientasi nasionalisnya (Blackburn, 2007).

Bahkan hingga kini, ruang percakapan untuk mendiskusikan politik perempuan dalam menanggapi problem kebangsaan dan agensi perempuan dalam mentransformasi kebangsaan Indonesia selalu terbuka.

Membangun diskursus di ruang publik (public sphere) ini sangat krusial bagi perempuan. Sebab, perjuangan perempuan sejak masa pra-kemerdekaan hingga pascareformasi nyatanya belum dapat sepenuhnya menempatkan perempuan sebagai warga dengan hak yang penuh dan setara.

Isu perempuan

Dalam riset yang dilakukan oleh Jurnal Perempuan mengungkap bahwa perempuan kerap kali dijadikan alat mobilisasi kebangsaan dan kepentingan perempuan seolah dipandang sebelah mata oleh aktor-aktor politik yang mengelola negara.

Terbukti, masih terdapat kebijakan yang belum pro terhadap perempuan dan anak. Problematika ini seakan menjadi isu yang tak pernah usai (never ending issues).

Munculnya peraturan daerah (perda) yang diskriminatif terhadap perempuan dengan mengatasnamakan moralitas dan agama yang ironisnya dalam proses penyusunannya juga didukung dan/atau diusung oleh partai politik nasionalis/sekuler (Dhewy, 2018).

Tak hanya itu, ternyata dalam penulisan sejarah dan narasi perempuan terkait tema kebangsaan baik dalam bentuk kajian akademis maupun budaya populer (film) juga masih diwarnai adanya bias gender, kelas, ras, etnis, agama, dan lain-lain.

Kuatnya bias gender di dalam historiografi Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kuatnya budaya patriarki di dalam kehidupan masyarakat.

Seolah-olah sejarah Indonesia adalah sejarahnya laki-laki, padahal perempuan dan laki-laki memiliki peranan yang sama-sama penting dalam perkembangan sejarah bangsa.

Di era pandemi Covid-19, kasus kekerasan terhadap perempuan mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Merujuk data catatan tahunan Komisi Nasional Perempuan 2021, kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia sepanjang tahun 2020 tercatat 299.911.

Data pengaduan ke Komnas Perempuan juga mengalami peningkatakan drasitis yakni 60 persen dari 1.413 kasus pada 2019 menjadi 2.389 kasus pada 2020.

Rendahnya pelibatan perempuan dalam proses pembuatan dan pengambilan keputusan di pemerintahan dan lembaga-lembaga publik menyebabkan kebutuhan dan kepentingan perempuan serta pemenuhan hak-hak perempuan tidak terakomodasi.

Disamping itu, situasi pandemi juga menambah deretan panjang kasus perkawinan anak dibawah usia. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut satu dari 9 perempuan di Indonesia menikah.

Kemiskinan, ketimpangan jender, ketiadaan akses pendidikan berkualitas, layanan kesehatan reprosuksi yang terbatas, dan peluang kerja yang terbatas mengekalkan praktik pernikahan dini serta kelahiran bayi dari perempuan di bawah 18 tahun (Listyarti, 2017).

Tentu masih banyak lagi isu-isu perempuan lainnya yang masih berada dalam pusaran persoalan.

Refleksi kemerdekaan

Kondisi ini ternyata tidak hanya mengancam kehidupan perempuan, tetapi juga konsensus kebangsaan dan kehidupan demokrasi.

Dalam pembukaan UUD 1945 ada empat tujuan pembentukan pemerintahan negara Indonesia yakni melindungi bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa hingga kontribusi pada ketertiban dunia.

Meskipun dalam beberapa bidang telah menunjukkan capaian yang diamanatkan, akan tetapi problematika perempuan masih menjadi pekerjaan rumah untuk mencapai tujuan sesuai pembukaan UUD.

Pertama, pemberian perlindungan bagi seluruh bangsa, atas dasar kasus kekerasan perempuan yang kerap kali terjadi, menandakan implementasi terhadap Pasal 28I UUD yang menyatakan hak untuk tidak disiksa merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun belumlah terwujud.

Kedua, memajukan kesejahteraan umum. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah indikator, di antaranya Indeks Pembangunan Manusia (IPM), baik pada bidang kesehatan maupun pendidikan. Ketimpangan antara laki-laki dan perempuan masih nyata.

Potret kemiskinan sangat lekat dengan perempuan. Bahkan kemiskinan yang dialami keluarga dengan kepala keluarga perempuan kondisinya lebih buruk dibandingkan kepala keluarga laki-laki.

Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa. Masih tingginya angka putus sekolah perempuan memperlihatkan capaian ini masih menyimpan sejumlah catatan.

Angka putus sekolah adalah perbandingan antara jumlah pelajar yang putus sekilah dan total pelajar pada tingkat yang sama di tahun sebelumnya.

Ini pula yang menjadi salah satu penyebab tingginya kasus pernikahan di bawah umur yanag semakin marak terjadi.

Keempat, melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kondisi keamanan dunia masih menjadi tantangan. Hingga kini, Indonesia masih berupaya untuk memiliki kontribusi dalam perdamaian dunia.

Minimnya perempuan untuk terlibat dan fokus pada pembicaraan damai menimbulkan kerentanan dalam aksi bom bunuh diri serta terorisme.

Empat hal tersebut menunjukkan bahwa ternyata perempuan belumlah benar-benar merdeka. Kini, sudah saatnya perempuan melakukan pergerakan lebih massif sampai dengan akar rumput (grass root) dalam segala hal agar lebih berdaya dan punya daya saing yang tinggi.

Seperti yang disampaikan Bung Karno bahwa merdeka adalah yang di dalamnya tiada eksploitasi manusia-oleh-manusia, tiada eksploitasi pula manusia-oleh-negara, tiada kapitalisme, tiada kemiskinan, tiada perbudakan, tiada wanita yang setengah-mati sengsara karena memikul beban yang dobel.

Dirgahayu Indonesia!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Checks and Balances' terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

"Checks and Balances" terhadap Pemerintahan Dinilai Lemah jika PDI-P Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Berikut Daftar Koalisi Terbaru Indonesia Maju

Nasional
PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

PKS Temui PKB Bahas Potensi Kerja Sama untuk Pilkada 2024, Jateng dan Jatim Disebut

Nasional
Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Dilaporkan ke Dewas, Wakil Ketua KPK Bantah Tekan Pihak Kementan untuk Mutasi Pegawai

Nasional
Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Lantik Sekjen Wantannas, Menko Polhukam Hadi Ingatkan Situasi Keamanan Dunia yang Tidak Pasti

Nasional
Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Dudung Abdurahman Datangi Rumah Prabowo Malam-malam, Mengaku Hanya Makan Bareng

Nasional
Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Idrus Marham Sebut Jokowi-Gibran ke Golkar Tinggal Tunggu Peresmian

Nasional
Logo dan Tema Hardiknas 2024

Logo dan Tema Hardiknas 2024

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, Nasib Koalisi Perubahan di Ujung Tanduk

Nasional
PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

PKS Undang Prabowo ke Markasnya, Siap Beri Karpet Merah

Nasional
Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Selain Nasdem, PKB Juga Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

BRIN Bahas Pengembangan Satelit untuk Waspadai Permasalahan Keamanan Antariksa

Nasional
Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasdem dukung Prabowo-Gibran, Golkar Tak Khawatir Jatah Menteri Berkurang

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

GASPOL! Hari Ini: Hasto Kristiyanto dan Hadirnya Negara Kekuasaan

Nasional
Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya 'Copy Paste', Harus Bisa Berinovasi

Kumpulkan 777 Komandan Satuan, KSAD: Jangan Hanya "Copy Paste", Harus Bisa Berinovasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com